Senin, Agustus 22, 2016

Tren ke 2 dalam ‘Oral Drug Delivery’ : Peningkatan Absorpsi

Posting kali ini adalah lanjutan dari postingku hari Senin kemarin.

Tren ke 2 dalam ‘Oral drug Delivery’  yang ditulis oleh   DR. Jason T. McConville, Research Associate, College of Pharmacy, University Of Texas at Austin di Drug Delivery Report, Autumn/Winter 2005 adalah usaha untuk meningkatkan absorpsi bahan aktif obat terutama untuk bahan aktif obat makromolekular.

Beberapa tipe peningkat permeasi (permeation enhancer) sudah dicoba dalam penelitian dan berbagai mekanisme bagaimana peningkat permeasi itu meningkatkan absorpsi juga sudah diusulkan (silakan browsing Thanou M, Verhoef JC,Junginger HE, 2001. Adv Drug Delivery Rev, 52: 117-126).

Beberapa contoh peningkat absorpsi antara lain:

Surfaktan anionik dan nonionik dapat meningkatkan absorpsi melalui rute transelular dan paraselular. Tetapi dalam beberapa kasus tipe peningkat absorpsi ini dapat menimbulkan kerusakan membran sel yang irreversibel.

 

Beberapa kelas asam amino diketahui meningkatkan absorpsi usus dari heparin dan diperkirakan mekanisme peningkatan absorpsinya adalah dengan memadatkan struktur makromolekular sehingga meningkatkan permeasinya.

Pembentukan kompleks senyawa obat dengan senyawa pengkompleks seperti EDTA, EGTA diketahui dapat meningkatkan absorpsi paraselular dari senyawa yang mengandung ion Ca2+. Mekanisme yang diprediksikan adalah dengan mengurangi adhesi senyawa yang mengandung ion Ca2+ dengan dinding ‘tight juction’.











Beberapa asam lemak seperti natrium kaprat diketahui dapat meningkatkan permeabilitas paraselular. Penelitian yang baru banyak difokuskan pada chitosan dan turunannya sebagai peningkat permeasi. Chitosan ini ‘biocompatible’ dan dapat berinterasi dengan ‘tight juction’ dan menyebabkannya terbuka tetapi tidak banyak menyebabkan kerusakan terhadap integritas membran sel.

Sabtu, Agustus 20, 2016

Candle in The Darkness

We should never feel bad if people remember us at the time of their need. 
We should feel priviledged that they think of us like candle in the darkness of their life.... 

Jumat, Agustus 19, 2016

Zina Adalah Hutang

Beberapa hari yang lalu aku membaca tulisan Eva Fatmah di Islampos yang berjudul Zina Adalah Hutang. Isinya tentang pendapat Imam Syafii saat ditanya tentang hukum bagi pezina. Ku share di sini biar teman-teman ikut membaca tulisan itu. Benar-benar menyentuh dan mestinya mengisnpirasi kita semua...
Suatu ketika Imam Asy Syafi’i ditanya mengapa hukum bagi pezina demikian beratnya? Wajah Syafi’i memerah, pipinya merona delima.
“Karena”, jawabnya dengan mata menyala. “Zina adalah dosa yang bala’ akibatnya mengenai semesta keluarganya, tetangganya, keturunannya hingga tikus di rumahnya dan semut di liangnya”.
Beliau ditanya lagi, dan mengapa tentang hukuman itu Allah berfirman, “ Dan janganlah rasa ibamu kepada mereka menghalangimu untuk menegakkan agama”.
Asy Syafi’i terdiam. Beliau menunduk, menangis. Setelah sesak sesaat beliau berkata, “Karena zina seringkali datang dari cinta dan cinta selalu membuat kita iba. Dan syetan datang untuk membuat kita lebih mengasihi manusia daripada mencintaiNya”.
Beliau ditanya lagi, dan mengapa Allah berfirman pula, “ Dan hendaklah pelaksanaan hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman”. Bukankan untuk pembunuh, si murtad, pencuri, Allah tidak pernah mensyaratkan menjadikannya tontonan?
Janggut Asy Syafi’i telah basah, bahunya terguncang-guncang.
“Agar menjadi pelajaran”, beliau terisak.
“Agar menjadi pelajaran”, beliau tersedu.
“Agar menjadi pelajaran”, beliau terisak.
Lalu bangkit dari duduknya. Matanya kembali menyala. “Karena ketahuilah oleh kalian.... sesungguhnya zina adalah hutang. Hutang. Sungguh hutang dan sungguh salah seorang dalam nasab pelakunya pasti harus membayarnya”.
Ya, hindarilah segala yang tidak pantas untuk dilakukan oleh seorang muslim. Zina adalah hutang, hutang, hutang. Jika engkau berhutang maka ketahuilah bahwa tebusannya adalah anggota keluargamu. Barang siapa berzina maka akan ada yang dizinai meskipun di dalam rumahnya.

Camkan hal ini jika engau termasuk orang yang berakal.

Kamis, Agustus 18, 2016

I’tiraf / Sebuah Pengakuan


Syair I’tiraf (gubahan Abu Nawas atau  Abu Ali Al Hasan bin Hani Al Hakami dan hidup pada zaman Khalifah Harun Al-Rasyid di Baghdad 806-814 M) kalau yang menyanyikan almarhum Jefri Al Buchori bagiku memang membuat merinding. Denger lagunya saja sudah nyetrum, apalagi memahami maknanya, (semestinya) membuat kita mengingat kalau kita nanti akan ‘pulang’. Jadi bergegaslah memohon ampunan dari Khaliq kita...





Ilahi lastu lilfirdausi ahla, walaa aqwa ‘ala naaril jahiimi
Fahabli taubatan waghfir dzunubi, fainaka ghafirudz- dzanbil ‘adzimi….

Tuhan… tidak layak aku masuk ke dalam sorga-Mu, tetapi hamba tiada kuat menerima siksa neraka-Mu maka kami mohon taubat dan mohon ampun atas dosaku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun atas dosa-dosa….







Dzunubi mitslu a’daadir- rimali, fahabli taubatan ya Dzal Jalaali,
Wa ‘umri naqishu fi kulli yaumi, wa dzanbi zaaidun kaifa -htimali

Dosa-dosaku seperti butiran pasir di pantai,maka anugerahilah hamba taubat, wahai Yang Memiliki Keagungan  dan umur hamba berkurang setiap hari, sementara dosa-dosa hamba selalu bertambah, apalah dayaku









Ilahi ‘abdukal ‘aashi ataak, muqirran bi dzunubi wa qad di’aaka
fain taghfir fa anta lidzaka ahlun, wain tadrud faman narju siwaaka

Tuhan… hamba-Mu penuh maksiat, datang kepada-Mu bersimpuh memohon ampunan,jika Engkau ampuni memang Engkau adalah Pemilik Ampunan,tetapi jika Engkau tolak maka kepada siapa lagi aku berharap?



Rabu, Agustus 17, 2016

Why You Should Be Drinking Lemon Water In The Morning

My post today was taken from the series of ‘ what do you want to learn about’. And I choosed the title: Why You Should Be Drinking Lemon Water In The Morning, curated by Emily Dingmann.
Here I share for all of you, hope you can be inspired to practice the suggestion and live healthier....
Ou, you can check the resource of this post, here below...
http://learni.st/users/emily.dingmann.7/boards/14637-why-you-should-be-drinking-lemon-water-in-the-morning

Starting your day off with warm lemon water is thought to have a ton of health benefits - and it's been an Ayurvedic practice for a long time. Read on to learn about the health benefits of drinking lemon water first thing in the morning.


Aids in Digestion









Not only does the warm water help to stimulate the GI tract, but the lemons are believed to stimulate and purify the liver. It also helps digestive acids with digestion and elimination

Supports Immune Function 









Citrus fruits like lemon are high in vitamin C and ascorbic acid. Vitamin C can help fight colds and and the ascorbic acid helps iron absorption which also plays a role in immune function. 

Alkalizes the Body 









If your body is in a chronic pH imbalance, it's susceptible to disease. Even though lemons seem acidic, they are extremely alkalizing and a great way to ensure your pH balance is where it should be especially if your diet is heavy in meat, cheese and/or alcohol. 

Helps Detox








Lemon water is a natural diuretic, which means it helps your body flush liquid and toxins along with it. The citric acid can also help maximize enzymes which stimulates the liver. 

It's an Energizer 









Though I hesitate to even consider giving up my morning coffee, many people swear they can easily give it up after a few days of lemon water. The combination of water and lemon helps to hydrate and oxygenate the blood, leaving you feeling great! 

Keeps Skin Beautiful 










Chronic dehydration can leave skin looking dull, so start your day on the right foot with lemon water. Vitamin C plays a critical role in maintaining healthy skin and the antioxidants can combat aging factors.


Selasa, Agustus 16, 2016

Aku Memutuskan Gak Pergi, Bu….

Cerita ini terjadi di tahun 2005. Saat itu anak sulungku, Lia baru diterima di kelas 1 SMA N 3 dan baru sekitar 1 bulan sekolah di situ. Aku sudah agak lupa bagaimana koran Pikiran Rakyat itu ada di tanganku, sepertinya sih kubeli di jalan karena di rumah kami melanggan Harian Republika bukan Pikiran Rakyat..
Hari itu koran PR itu kok ya kubaca lembar demi lembar semuanya sampai berita duka citanya...Dari situlah kubaca pengumunan dari MOE (Minister of Education) nya Republik Singapura yang menawarkan beasiswa untuk bersekolah dua tahun di kelas terakhir setingkat SMP (Secondary) untuk dapat mengikuti ujian GCE ‘O’ Level dan dilanjutkan dua tahun setingkat SMA (Pre University) untuk dapat mengikuti ujian GCE ‘A’ Level di Singapura. Jadi ceritanya yang diterima di program beasiswa ini di Singapura akan masuk ke Secondary 3 (kelas 3 SMP, berarti bagi Lia mengulang karena saat itu dia sudah kelas 1 SMA), lalu dilanjut tahun depannya di Secondary 4 (kelas 4 SMP). Di sini dia akan mengikuti ujian GCE ‘O’ level (GCE = General Certificate of Education). Bila nilainya bagus, penerima beasiswa akan lanjut sekolah di Pre University (setara SMA). Pada akhir tahun kedua di Pre University penerima beasiswa akan diikutkan ujian GCE ‘A ‘ Level (GCE Advance).
Bunyi pengumuman itu penerima beasiswa akan menerima ‘free tuition’, free dormitory, ada stipend (uang saku) tahunan, fasilitas kesehatan  dll. Formulir pendaftaran program ini juga mudah diperoleh dan seterusnya.
Waktu iku iseng-iseng kuminta Lia membaca pengumuman itu. Awalnya dia cuek tidak tertarik. Ketika kubilang, ada kalanya kita perlu mencoba yang beginian mbak, untuk tahu kira-kira dimana tempatmu untuk seleksi yang beginian... Lia menjawab yuk coba saja bu...
Singkat cerita kami berdua, aku dan Lia  mengisi form pendaftaran beasiswa itu untuk Lia. Persyaratan administrasinya kita kirimkan. Dan kita woro-woro ke teman-teman Lia dan keponakan-keponakan yang mau mencoba. Dua minggu setelah mengirim aplikasi datanglah panggilan untuk test di Jakarta. Bersama Lia, keponakanku, Rani, dipanggil test juga. Jadilah hari (20 Agustus 2005) itu aku, suami dan kakakku mengantar Lia dan Rani test seleksi beasiswa itu di Hotel JW Marriot Jakarta. Test nya berupa test tertulis dengan materi test matematika (in English) dan bahasa Ingrris, dari jam 10.30 sampai jam 16.00. Peserta test tumplek blek di Hotel Marriot hari itu. Kata kakakku yang sempet ngobrol dengan panitianya, katanya peserta hari ini lebih dari 1000 orang. Test selesai, Lia, aku dan suamiku tidak ada beban sama sekali, sesuai tujuan kami di awal kita pengin coba kalo seleksi begini anak kita bisa dapat tempat gak.
Tiga minggu sesudah test itu ada surat pemberitahuan kalau Lia harus mengikuti test wawancara di Hotel Le Meredien Jakarta pada tanggal 25 September 2005. Undangan wawancara ini mempengaruhi aku dan Herlan, suamiku. Herlan yang tadinya tidak punya wacana jadi rajin browsing tentang pendidikan di Singapura. Dia jadi begitu bersemangat begitu mengetahui. bahwa sistem pendidikan di sana bagus dan lulusan GCE ‘A’ Levelnya dapat langsung diterima di universitas di luar negeri tanpa test (cukup melihat score di GCE ‘A’ levelnya saja). Dia berharap Lia diterima di program beasiswa ini. Sedangkan aku, lain lagi yang kupikirkan. Aku mengangankan kelak anak-anakku pada bisa beasiswa dan kuliah di luar negeri. Yang kuangankan adalah kuliah S2 atau S1, bukan SMA sudah di luar negeri. Kulihat Lia, dia cukup mandiri tetapi kalau sekarang rasanya terlalu dini untuk jauh dari rumah. Jadi panggilan wawancara yang membuat Herlan sangat antusias ini malah membuatku was-was dan khawatir. Yang bersangkutan, Lia, sepertinya cuek saja. Karena masih harus wawancara, kusimpan semua kekhawatiranku.
Pada hari wawancara kami hanya bertemu dengan salah satu kandidat yang juga diantar oleh orang tuanya. Keluarga Cina itu datang dari Surabaya. Dari mereka kami jadi tahu bahwa yang dipanggil wawancara hanya 45 orang. Wawancaranya ada waktu atau jam yang spesifik. Itulah sebabnya mereka baru datang mendekati jam wawancaranya, dan membuat kita tidak saling bertemu. Dari mereka juga kita mengetahui bahwa dari wawancara ini akan diambil 20 orang penerima beasiswa. Lia sudah diwawancara, dan pulanglah kami ke Bandung lagi. Aku dengan rasa khawatir yang kusimpan rapat.
Hari berlalu, sudah saatnya kutanya Lia tentang kesiapannya berangkat bila dia diterima. Jawabannya agak mengejutkanku. Gak tau bu, aku kan belum pernah ke sana. Kusampaikan jawaban Lia itu ke suamiku. Herlan masih berbesar hati, kalau dia diterima nanti pasti Lia akan lebih siap, kata Herlan. Tiap kali kuingatkan tentang siap gak sekolah di Singapura, Lia sepertinya malah menghindar dan gak mau ngomongin hal itu lagi.
Kubayangkan kalau Lia saat ini harus sudah jauh dari rumah. Kalo untuk sekolah, aku rela dan siap. Tapi untuk jauh dari rumah aku ragu-ragu, kenapa? Karena aku belum mempersiapkannya untuk jauh dari rumah. Aku barangkali telat mengajarinya...
Awal bulan Oktober 2005 datanglah surat itu...Lia adalah salah satu dari 18 orang yang lolos seleksi penerima beasiswa dari MOE nya Republik Singapura. Kabar itu adalah kabar gembira bagi Herlan yang pengin anak-anak kami nanti sekolahnya harus lebih dari kami berdua. Sedangkan aku bingung antara senang dan galau. Lia sendiri, datar saja malah cenderung tidak peduli.
Penerima beasiswa harus memberikan konfirmasi mau mengikuti program beasiswa ini ataukan tidak. Bila ya langkah selanjutnya adalah mengikuti pemeriksaan kesehatan dan pada akhir Oktober 2005 berangkat ke Singapura mulai persiapan bahasa dan memilih sekolah yang akan diikuti.
Herlan mulai menampakkan rasa khawatir ketika Lia keliahatan tidak antusias. Jawabnya awalnya pendek-pendek, sekolahnya di mana, temannya siapa saja, tinggalnya dimana, liburnya kapan, dst... Bapaknya cukup sabar menjelaskan segalanya sampai keuntungan bisa sekolah di sana dst. Selanjutnya Lia mulai menjawab aku sudah seneng sekolah di sini, dulu kan katanya kita cuma coba-coba saja dst...
Herlan memintaku untuk membujuk dan menasehati agar Lia mantab berangkat. Tapi aku sangat tau Lia, ada bagian yang membuat dia tidak nyaman dengan berangkat. Aku akan mendorong anakku untuk mengejar yang diinginkannya, asalkan diapun sepenuh hati melakukannya. Kalau cuma setengah hati, ragu-ragu, aku tidak sanggup. Ibaratnya aku dan suami hanyalah supporter, fasilitator, yang barangkali bisa menjadi bagian kesuksesannya. Tapi semangat Lia sendiri akan menjadi bagian besar penentu keberhasilan studinya.
Lia masih belum memberikan jawabannya, mau berangkat atau tidak. Saat itu Herlan ngantor di Jakarta. Hanya Sabtu Minggu dia pulang ke Bandung. Sampai kami makan malam di hari Minggu itu Lia belum kasi keputusan. Malam itu sambil berbaring Herlan bilang, begitu banyak orang menginginkannya tapi tidak diterima, anak kita diterima tapi seperti gak menginginkannya. Kita sudah sampai di sini, kita berdua tidak pernah sekolah di luar negeri. Semoga anak-anak kita kelak pada bisa sekolah dimanapun mereka menginginkannya. Aku speechless, kejepit di tengah-tengah. Kalau Lia gak jadi berangkat aku tau Herlan kecewa. Tapi kalau kubujuk Lia berangkat, aku khawatir ‘pemaksaan’ ini berakibat yang tidak baik bagi keberhasilan studinya. Kami tidur dengan pikiran kami masing-masing malam itu.
Senin subuh itu Herlan sudah bersiap-siap berangkat ke Jakarta (waktu itu Tol Cipularang belum ada jadi ke Jakarta harus lewat Puncak, sebelum subuh kudu sudah berangkat supaya jam 8 pagi sudah ada di kantor Jakarta). Ketika kutanya, Lia perlu kubangunkan? Herlan menjawab, gak usah, nanti pas sarapan tolong ibu tanyakan dia mau berangkat apa tidak. Kalau gak berangkat tanyain apa alasannya. Tadi malam bapak shalat malam, bapak sudah bisa menerima mbak Lia berangkat atau tidak. Bapak tidak mau dia berangkat dengan setengah hati. Pasti ada hikmahnya bagi kita semua... Rasanya plong banget suamiku  memiliki pemikiran begitu. Pemikiran itu datang sendiri bukan karena kuingatkan.  Aku senang dan bangga padanya. Kujanjikan apapun keputusan Lia pagi ini akan segera kuberitahukan padanya, karena dia yang harus ngefax surat konfirmasi ke MOE Singapura, menerima atau menolak beasiswa tersebut.
Pagi itu sebelum sarapan, di meja makan Lia berkata padaku, Bu, sudah kupikirkan baik-baik semalam, aku memutuskan gak pergi bu. Aku mau SMA di sini saja sampai lulus baru cari perguruan tinggi, gimana nanti. Tolong ya bu sampaikan ke Bapak nanti. Bapak gak marah to bu? Aku tersenyum, dan menjawab. Gak mbak, bapak gak marah. Boleh ibu tau, alasannya apa mbak memutuskan gak pergi? Lia mantab menjawab, sekarang aku belum bisa jauh dari ibu.... Aku sungguh merasa menjadi bagian penyebab ketidaksiapan anakku jauh dari rumah itu...
Pagi itu setelah anak-anak berangkat sekolah kutelpon Herlan dan kuberitahukan jawaban Lia. Aku masih mendengar nada kecewa di suaranya tapi kemudian dia semangat lagi. Ok bu sampai kantor akan bapak fax MOE Singapura kalau anak kita menolak beasiswanya.....
Seminggu sesudahnya pas berbaring berdua kukatakan, lesson of learn nya barangkali keinginan itu harus datang dulu dari anak-anak baru kita kasi fasilitasnya. Jangan kita fasilitasi sebelum mereka minta atau datang minat. Gampangnya jangan kita yang yang narik mereka dari depan, tapi seperti falsafah kita harus tutwuri, mendorong dari belakang. Kalau biasa ditarik dari depan kalau kita yang narik sudah capai mereka akan berhenti karena tidak tahu arah. Tapi kalau kita tutwuri dari awal merekalah yang cari arah sendiri. Kalau kita capai mendorongnya mereka tidak akan ikut berhenti kareana dari awal merekalah yang cari arah sendiri. Herlan mengiyakan. Tapi sedetik kemudian dia sudah ngomong, kemarin bapak ngeliat clavinova yang baru. Bapak mau beli biar Lia bisa mainin di rumah. Aku speechless, lha Lia kan gak minta dibeliin piano, jangan dulu beli piano. Barusan ibu bilang apa...Herlan enteng menjawab, gak papa dulu sudah bilang pengin kok, kalo kita beliin dia akan main..... Aku gak berkata apa-apa lagi. Seminggu kemudia Clavinova itu sudah distem di ruang tengah kami dan sepulang sekolah Lia sudah memainkan lagu kesukaannya di situ.
Dan kami mulai melupakan episode beasiswa itu sampai ketika kakak adik kami mengingatkan, kalian sih yang kurang memberi wawasan pada anak-anakmu tentang luar negeri. Singapura tu kan dekat banget dengan kita, mudah dikunjungi, bahasa juga banyak sama, jauh lebih maju. Kalau gak kalian kenalin gimana anak-anakmu mau sekolah di situ, tau aja enggak...

Nasihat mereka kayak setrum deh. Bener juga ya...kurang wawasan membuat anakku takut berangkat, takut jauh dari rumah. Jadilah awal tahun 2006 kami sekeluarga ke Singapura, mengenal negeri tetangga yang kemarin menawarkan beasiswa itu. Alhamdulillaah ada kemajuan...Akbar bilang aku mau sekolah di sini bu...kayaknya enak....

Senin, Agustus 15, 2016

Tren ke 1 dalam ‘Oral Drug Delivery’: Perbaikan Kecepatan Melarut Obat

Hari ini akan aku pengin posting  tentang tren dalam ‘Oral Drug Delivery’ yang diberikan secara oral (melalui mulut). Tren ini sebenarnya sudah dimulai tahun 2004-an, dan hingga saat ini sepertinya masih berlaku.

Seperti anda ketahui, sediaan obat yang diberikan secara oral paling banyak dipilih karena rute oral ini paling umum dikenal pasien, alamiah, dan nyaman sehingga kepatuhan pasien dalam mengkonsumsi obat juga tinggi. Tetapi sediaan obat yang diberikan secara oral juga memiliki banyak kelemahan antara lain obat dapat dirusak oleh asam lambung, rusak oleh enzim proteolitik dalam usus, dimetabolisme saat masih berada pada membran usus sehingga sebagian obat telah rusak sebelum diabsorpsi ke dalam darah. Harus dipertimbangkan pula terjadinya ‘first pass effect’ yaitu obat lebih dahulu masuk ke dalam hati untuk dimetabolisme menjadi bahan yang tidak aktif secara farmakologi. Obat yang diberikan secara oral (yang tidak berefek lokal dalam saluran cerna) seringkali mengalami permasalahan dalam absorpsi ke dalam pembuluh darah sehingga ketersediaan hayatinya rendah. Hal ini seringkali disebabkan karena disolusi atau kecepatan larutnya dalam cairan lambung/usus yang rendah.Dan masih banyak kelemahan lain bila obat diformulasikan dalam bentuk sediaan oral. Untuk mengatasi berbagai kelemahan itu dalam sekitar satu dasawarsa terakhir ini dikenal tren dalam pengembangan bentuk sediaan obat untuk pemakaian secara oral. Tren itu antara lain:
1.     Perbaikan Kecepatan Melarut Obat
2.    Peningkatan absorpsi obat
3.    Pelepasan obat secara terkendali
4.    Penyampaian obat pada lokasi khusus

Tren pertama diulas ringkas di bawah ini.

Tren Pertama: Meningkatkan Kecepatan Melarut
Hampir 40% bahan aktif obat yang kita kenal sekarang ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah. Pada banyak kasus peningkatan kecepatan melarut obat akan meningkatkan ketersediaan hayati obat.

Tren yang umum sekarang untuk meningkatkan kecepatan melarut obat ini dicapai dengan  cara meningkatkan luas permukaan partikel obat. Hal ini sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney yang menyatakan kecepatan melarut obat berbanding lurus dengan luas permukaan partikel obat. Memperkecil ukuran partikel obat, akan meningkatkan luas permukaan partikel obat. Selama pengecilan ukuran masih membuat kondisinya sebagai serbuk kering tetap stabil, pada umumnya akan membuat partikel obat berkontak dengan lebih intensif dengan cairan gastrointestinal dan akan mempercepat disolusinya. Percepatan disolusi akan lebih efektif bila  partikel obat yang ukuran dikecilkan itu disalut dengan surfaktan atau zat tambahan yang berfungsi sebagai stabilisator.

Beberapa metoda digunakan untuk membuat sediaan obat dengan  partikel bahan aktif seukuran nanometer, diantaranya dengan teknik pengendapan seperti Evaporative Precipitation into Aqueous Solution (EPAS) yang berhasil membuat partikel obat seukuran nanometer yang berbentuk kristal dan stabil (metoda ini dapat dilihat pada publikasi Hu JH, Johnston KP, Williams RO, 2004a. Drug Dev Ind Pharm, 30:233-245).
Cara pengecilan ukuran partikel yang lain adalah dengan cara atau teknik mikronisasi seperti RESS (Rapid Expansion from Supercritical Solution), teknik penggerusan secara mekanis dan proses pembekuan secara ultra cepat seperti SFL (Spray Freezing into Liquid). Proses SFL ini berhasil memproduksi danazol (yang sangat tidak larut dalam air) berbentuk amorf dan berukuran nanometer yang stabil untuk dibuat sediaan padat. Proses atau metoda ini dapat dilihat pada publikasi Hu JH, Johnston KP, Williams RO, 2004b. Int J Pharm, 271:145-154.

Ok, cukup tren pertama saja yang kuposting hari ini. Senin depan insya Allah akan kulanjutkan dengan tren kedua dalam ‘Oral Drug Delivery’: Peningkatan Absorpsi Obat.


Artikel ini kuambil dari berbagai sumber, tapi sebagian besar kuambil dari tulisan DR. Jason T. McConville, Research Associate, College of Pharmacy, University Of Texas at Austin di Drug Delivery Report, Autumn/Winter 2005

Minggu, Agustus 14, 2016

Pakde Parno

Hari minggu ini aku ingin mengenang Pakde Parno. Pakde itu sebutan orang Jawa untuk kakak laki-laki dari ayah atau ibu kita. Ya Pakde Parno ini adalah kakak kandung dari almarhum papiku. Seingatku, Pakde Parno tinggal bersama keluargaku sepanjang hidupnya. Ada satu kamar di rumahku yang menjadi kamar Pakde Parno.
Pakde Parno tidak pernah menikah. Beliau tinggal bersama kami. Ibuku yang menyediakan makan untuknya, mencuci bajunya, mengantar ke dokter, bahkan kadang memandikannya. Ya, Pakde Parno memang sakit. Kalau kutanya ibu, Pakde sakit apa, ibu gak bisa menjelaskannya. Yang jelas Pakde selalu gemetar, jalannya pelan, tidak bisa bekerja mencari nafkah.
Rutinitas hidupnya yang ada dalam ingatanku adalah bangun pagi, ibuku sudah menyediakan minum dan sarapannya di kamar beliau. Kemudian Pakde mandi dan membawa baju kotornya di tempat cucian untuk dicuci ibuku. Pakde tidak bisa mandi yang bersih karena badannya yang selalu gemetar. Kadang dia mengompol bahkan berak di celana dan membawa celana kotornya melewati kami di ruang makan saat kami sarapan mau berangkat ke sekolah, menyebarkan ‘aroma’ yang membuat kami hilang selera makan. Abis sarapan Pakde cuma berbaring di kamarnya atau kadang jalan-jalan di sekitar rumah kami atau kadang pengin jalan keluar rumah. Sisanya Pakde hanya berbaring, makan minum dan tidur. Aku, kakak dan adik-adikku sering mendatangi kamarnya terutama bila terdengar Pakde tertawa sendiri, kami sering usil bertanya, pakde kenapa tertawa sendiri. Pakde suka menjawab, ingat masa lalu. Kami tambah usil, ingat pacar Pakde ya? Kata Ibu Pakde dulu punya pacar yang cantik....Pakde Parno  hanya tertawa dan menyuruh kami pergi dari kamarnya. Ibuku suka marah kalau tahu kami mengganggu Pakde.
Aku dulu sering kasihan kalau melihat Pakdeku itu. Pernah suatu ketika siang hari Pakde memanggilku minta rambutnya disisir dengan ‘serit’, ini sisir yang sangat rapat sehingga bila ada kutu di rambut akan terbawa turun saat serit itu disisirkan turun dari rambut. Kata Pakde rambutnya banyak kutunya. Padahal rambut pakde tipis dan pendek masa ada kutunya, pikirku. Tapi kuambilkan juga serit itu. Pakde minta aku menyisirnya. Dengan adikku kuminta Pakde duduk dan kepalanya menunduk di meja, lalu kusisir rambutnya dengan serit. Di luar dugaan banyak sekali kutu rambut yang berjatuhan dari sisir serit dan jatuh di taplak meja yang putih. Tiap kali ada kutu yang jatuh adikku memencetnya dengan kuku sehingga kutu itu mati dan taplak meja kami jadi berbercak merah-merah karena darah kutu. Tahun 70 an memang banyak sekali rambut yang berkutu. Kutu ini nyebrang dari rambut satu ke rambut orang lain. Untuk membasminya kami semua harus keramas dengan shampo yang ada obat kutunya. Ketika ibu melihat kami menyisir Pakde, sorenya ibu memandikan pakde, mengeramasinya dengan obat kutu. Sore itu sehabis mandi Pakde tersenyum mengucapkan terima kasih padaku, pada adikku dan pada ibuku.
Pernah suatu ketika Pakde pamit jalan-jalan dan tidak pulang-pulang. Memang Pakde suka lupa jalan. Kami semua panik dan dengan instruksi ibuku kami mencari ke berbagai arah, akhirnya Pakde ketemu di dekat pasar. Katanya dia tadi lupa jalan pulang, setelah diingat-ingatnya akhirnya dia ingat dan lagi jalan pulang pas pegawai ibuku menemukannya. Kadang susah meminta Pakde tidak pergi ke luar  rumah. Itu hiburannya satu-satunya. Tapi sejak kejadian dia hilang itu, kami semua lebih memasang mata terhadapnya. Kadang lebih sulit lagi bila pakde pengin pergi sambil naik sepeda. Ibuku melarangnya karena takut dia jatuh mengingat Pakde yang selalu gemetaran. Tapi kadang Pakde tidak menurut. Pernah juga pulang dari jalan-jalan Pakde memberikan ibuku uang coin 5 rupiahan. Katanya tadi dia lama berdiri di depan toko yang jual arloji, dia ingin lihat-lihat arloji baru, gak tahunya ada orang mendekatinya dan memberikan uang coin 5 rupiah itu karena dikiranya Pakde adalah pengemis. Dan Pakde menerimanya....Ibuku gusar, katanya, lain kali jangan diterima ya mas, mas itu orang berpunya, berkecukupan, punya keluarga yang menyantuni, bukan pengemis. Pakde hanya tertawa saja. Kami, anak-anak ibuku juga tertawa...
Suatu ketika adikku Tatik yang masih bayi, demam dan step atau kejang. Ibuku berteriak agar kami membantunya mengambil air yang akan diguyurkan ke kepala Tatik. Saat itu Pakde dengan gerakan lambannya juga ikut bolak balik mengambil air dalam gelas dan menyerahkan ke ibuku. Begitu adikku sudah tidak kejang, Pakde sudah siap dengan handuk kecil dan berinisiatif mengelap kepala adikku yang basah sesudah diguyur air itu. Ibuku dengan sisa paniknya kulihat berlinang air mata berterima kasih pada Pakde Parno. Kadang kalau diantara kami ada yang sakit dengan segala keterbatasannya Pakde suka menjenguk kami di tempat tidur dan menanyakan bagaimana keadaan kami. Dia peduli.
Sesudah aku kuliah, aku tahu yang diderita Pakdeku adalah penyakit Parkinson, yang mungkin  dulu belum ada obatnya yang efektif. Kondisi kesehatan pakde juga naik turun. Suatu ketika papiku, seorang guru SMA, sedang diperbantukan ke pemerintah Malaysia menjadi tenaga pengajar  SMA di Malaka. Jadi ibuku dengan 7 anaknya ditinggal di rumah kami bersama Pakde Parno. Dan aku ingat saat kondisi kesehatan Pakde memburuk, ibu merawatnya. Aku sering melihat ibu menangis mengelus-elus Pakdeku dan berkata, mas Parno jangan meninggalkan kami semua sebelum bapaknya anak-anak pulang ke Indonesia. Itu diucapkan ibuku berulang-ulang. Dan anehnya pakde yang menurut kami sakitnya sudah parah banget itu jadi kembali sehat. Dan itu terjadi beberapa kali.
Papiku selesai tugas mengajarnya (sesudah 4 tahun mengajar di Malaka) dan seterusnya pulang ke Solo. Tidak lama sesudah itu Pakde jatuh sakit lagi, dan memburuk. Hingga akhirnya wafat saat aku kelas 1 SMP tahun 1977. Kata ibu, Pakde dengan tulus berterima kasih pada ibu karena sudah merawatnya. Hanya itu yang bisa diucapkan Pakde karena sakitnya memang sudah parah sebelum wafat itu.
Ada dua alasan kenapa aku ingin mengenang Pakde Parno di postingku kali ini. Yang pertama mengingatkan aku sendiri, kewajiban kitalah, anggota keluarga  untuk merawat saudara kita (apalagi orangtua kita) yang kondisinya seperti Pakdeku itu. Yang kedua mengingatkan lagi kalau kita kerja dengan cinta (hati) maka kita juga akan dapat cinta (hati). Ibu dan kami anak-anaknya merawat Pakde dengan hati makanya Pakde pun memberikan hatinya pada kami. Dalam segala keterbatasannya beliau menunjukkan punya hati pada kami semuanya....
Semoga Allah mengampunimu dan menjadikan sakitmu sebagai penghapus dosa-dosamu Pakde Parno....


Jumat, Agustus 12, 2016

Tahapan Turunnya Adzab Allah

Hari Jum’at ini aku mau sharing tentang Tahapan Turunnya Adzab dari Allah Azza wa Jalla. Sharingku ini kuambil dari postingan sahabatku waktu kuliah di jurusan Farmasi ITB, Eka Flory Fauzy Roring, di FB nya pada tanggal 27 November 2014, https://www.facebook.com/eka.f.fauzy?fref=browse_search .
(Bokeee...mohon izin sharing untuk blog ku yaa...insya Allah untuk syiar agama buuu.....)....
Berikut ini yang ditulis Eka Flory Fauzy Roring:
Allah yg Maha Pengasih dan Maha Penyayang tidak suka mengadzab manusia. Adzab Allah turun jika manusia itu sudah sangat melampaui batas. Ada 4 tahap turunnya adzab Allah :

1. Allah mengirimkan Nabi/Rasul atau orang2 yg memberi peringatan.
2. Allah menurunkan musibah2, dengan harapan manusia mau berfikir
3. Jika manusia terus saja melakukan dosa, Allah justru membukakan pintu2 kesenangan untuknya berupa harta berlimpah, kekuasaan, dlsb
4.Ketika mereka berada di puncak kesenangan itulah Allah menurunkan adzab.
Hal ini bisa kita lihat dalam QS 6 Al An'am ayat 42-45 :

Ayat 42:
" Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-Rasul kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa mereka dengan menimpakan kesengsaraan dan kemelaratan supaya mereka memohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan diri.

Ayat 43:
Maka mengapa mereka tidak memohon kepada Allah dengan tunduk dan merendahkan dri ketika datang siksaan Kami kepada mereka, bahkan hati mereka telah menjadi keras dan syetanpun menampakkan kepada mereka kebagusan dari apa yg mereka kerjakan.

Ayat 44:
Maka tatkala mereka melupakan peringatan yg telah diberikan kepada mereka, Kamipun MEMBUKAKAN semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka, sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yg telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.

Ayat 45:
Maka orang-orang yg dzalim itu dimusnahkan sampai ke akar-akarnya. Segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam...".

Berhati-hatilah jika kita kerapkali melakukan dosa tetapi kita dihujani dengan kesenangan2 duniawi. Hal ini adalah tanda bahwa kita sudah sampai pada tahap terakhir sebelum Allah menjatuhkan adzab...naudzubillahi min dzalik!


Kamis, Agustus 11, 2016

Make It With You

Kemarin siang kok iseng nyetel CD Syaharani di mobilku. Dan denger lagu Make It With You nya Bread (album On The Waters). Kuingat-ingat waktu SMA aku malah jarang denger lagu ini. Baru udah kuliah di Bandung sering denger lalu ikutan dendang gara-gara sering diputar di kaset nya tetangga kamar di tempat kos ku. Padahal konon lagu ini ngetop banget di tahun 1970 , alamak...aku masih TK waktu itu. Jadul banget tapi masih enak didengar. Dan Syaharani menyanyikannya dengan lebih baik daripada versi Bread yang asli (terutama di bagian lirik Life can be short or long, love can be right or wrong itu...). Syaharani memang oye.... Tapi memang lagu ini lebih hidup dinyanyikan oleh Syaharani disamping karena Syaharani pinter mengimprovisasinya, musik pengiringnya juga keren. Dibandingin dengan musiknya Bread yang polos banget. Maklum jadul...tahun 70 an...

Make It With You  –  By Bread (On The Waters)


Hey have you ever tried,
Really reaching out for the other side?
I may be climbing on rainbows
But, baby here goes.

Dreams they're for those who sleep,
Life is for us to keep,
And if you're wond'ring
What this song is leading to

I want to make it with you
I really think that we can make it girl.

No, you don't know me well,
In ev'ry little thing only time will tell,
If you believe the things that i do.
And we'll see it through.

Life can be short or long,
Love can be right or wrong,
And if i choose the one
I'd like to help me through,

I'd like to make it with you
I really think that we can make it girl.

Baby you know that
Dreams they're for those who sleep,
Life is for us to keep
And if i choose the one
I'd like to help me through,

I'd like to make it with you
I really think that we can make it girl.

Rabu, Agustus 10, 2016

Tikungan Berikutnya

Tikungan apa nih? Tikungan kehidupan, maksudnya what I intend to do in life, gitu. Dulu sudah kuceritakan tentang hidupku yang lengkap atau berwarna warni kan? Paska lulus sarjana Allah sudah memberiku kesempatan bekerja di industri farmasi, menjadi fully housewife, menjadi pengajar dan berwiraswasta. Kesempatan mencoba berbagai profesi itu ibarat tikungan-tikungan dalam kehidupanku.  Aku sering memikirkan what ‘s the next turn? Apa tikungan berikutnya?
Kalau ada umur dan kesehatan, aku ingin melewati 2 tikungan lagi. Yang pertama adalah menjadi penulis yang hasil tulisanku menjadi rujukan atau bisa menginspirasi banyak orang untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat. Yang kedua menjadi fully social worker. Ya nyemplung di organisasi non profit gitu yang bergerak membantu orang yang membutuhkan. Bisa di bidang kesehatan atau pendidikan.
Angan-angan itu sudah lama ada di benakku. Tinggal menunggu waktu yang tepat untuk merealisasikannya. Semoga Allah SWT memberiku kesempatan untuk itu. Amiiiin......


Selasa, Agustus 09, 2016

Stoooobei

This was the story of Akbar’s childhood. Akbar, my second child, at 5  still couldn’t spell ‘R’ fluently. His sister Lia often disturbed and trained him to spell contained ‘R’ words. His fovorite word to spell was ‘stroberry’. Lia trained him to spell stroberry again and again.

One afternoon while I was ironing Akbar came close to me,
Akbar : “Mommy..now I can spell ‘R’ fluently”..
Mommy: “Are you? Let mommy knows...”
Akbar : “Ok listen carefully mommy...stobei....see...stobei....”

What I had listened was the word ‘stobei’ without R..  I looked at him.

Akbar : “See mommy...I can spell it...stobei...stobei...stooobei..stooooobei..”

His mouth was ‘super monyong’. I was speechless, but smiled widely. He had been trained and had practiced so hard. I would not say any comments that made him disappointed. His best effords had to be appreciated. Felt blessed, I kissed Akbar’s hair.....

Mommy: “Good job mas Akbar...good job...”
Akbar: “Thank you mommy....stoooobei.....stooobei.....”

Akbar run, left me stunned, shaked my head  and then smiled widely...


Senin, Agustus 08, 2016

BACTERIOTHERAPY: A NOVEL THERAPEUTIC APPROACH

Today is Monday, time to post something relates to my former profession as pharmacist. I found interesting article about new approach of bacteriotherapy  involved  prebiotics and probiotics . This article was posted on International Journal of Current Pharmaceutical Research ISSN- 0975-7066 Vol 8, Issue 2, 2016, and was written by Sangeeta Huidrom, R.K. Singh and Varsha Chaudary  from  Central Molecular Research Laboratory, Department of Biochemistry, Shri Guru Ram Rai Institute of Medical and Health Sciences, Dehradun 248001.
Here I post the abstract of the article. You can read completely if you search the journal I has written above.

ABSTRACT The alteration in the homeostasis of gut microbiota and harmful bacteria is associated with various kinds of diseases. Many gastrointestinal disorders such as inflammatory bowel diseases, irritable bowel syndrome, colorectal cancer and systemic diseases such as diabetes, obesity and atherosclerosis are due to dysbiosis in human gut. Many recent clinical studies revealed that probiotic is effective in treatment of various ailments by defending against colonization by opportunistic pathogens, production of antimicrobial substances and immunomodulation. Studies have shown that prebiotics and probiotics or the combinations of two i.e. synbiotics can restore the aberrant gut and can improve the health of gut. There is rapid growth and demand of dairy-based probiotics food in the market due to its awareness among the consumers. Bacteriotherapy has good hold future as novel therapy as consumers are looking for safe, cost effective and no adverse side effects therapeutic approach.


Keywords: Probiotics, Prebiotics, Gut microbiome, Synbiotics, Immunomodulation

Selasa, Juni 28, 2016

Keluargaku dan ITB

ITB yang kumaksud di sini adalah Institut Teknologi Bandung. Apa hubungan antara keluargaku dan ITB? Jawaban umumnya adalah hubungannya baik-baik saja. Heheh...
Yang ingin kutulis di sini adalah ternyata keluarga kecilku, aku, suami dan ke3 anakku diberi kesempatan untuk menjalani pendidikan ‘under graduate’ alias S1 di ITB. Alhamdulillaahi Robbil Aalamiin.
Tahun 1983, aku dan suamiku diterima di ITB. Aku lewat jalur Perintis 2 (tanpa test) di Jurusan Famasi, FMIPA ITB. Sedangkan Herlan suamiku melalui seleksi Sipenmaru (SBMPTN kalo jaman sekarang) diterima di jurusan Teknik Elektro FTI ITB. Jaman dulu diterima di ITB langsung di jurusan yang dipilih. Jadi tidak masuk fakultasnya dulu. Berapa biaya sekolah di ITB tahun itu? Dari 1983 sampe kami lulus tahun 1988/1989 uang SPP kami per semester adalah 42 ribu rupiah. Aku tidak bisa bilang ‘hanya’ 42 ribu rupiah....karena pada saat itu uang segitu bagi keluargaku dan keluarga suamiku pun sudah merupakan uang yang cukup besar.
Tahun 2008 anak sulungku Lia diterima di STEI ITB lewat jalur USM (ujian saringan masuk) pakai test yang dilakukan  sebelum UAN. Pada tahun itu ITB menerapkan 2 jenis ujian saringan masuk. Yang pertama adalah USM sebelum UAN dilakukan. Konsekuensi  bila diterima di tahap ini adalah membayar biaya pendidikan yang cukup besar, belum termasuk SPP per semester yang 2,5 juta rupiah per semester. Waktu Lia dulu adalah 45 juta rupiah. Sedangkan USM yang ke2 adalah yang dilakukan sesudah UAN dan sesudah hasil USM pertama diumumkan. Konsekuensinya adalah mahasiswa yang diterima cukup bayar uang SPP per semester saja (2,5 juta rupiah per semester).
Masih ingat nasihat teman-teman waktu itu agar Lia memilih USM ke2 karena Lia kan termasuk anak yang cerdas jadi pasti bisa nembus USM ke2 dan tidak harus bayar biaya pendidikan yang besar. Tetapi hampir semua teman SMA Lia (SMAN 3 Bandung) pada daftar di USM ke 1 jadi aku izinkan Lia mendaftar USM ke 1, mengikuti testnya dan ternyata dia diterima. Konsekuensi merogoh kocek 45 juta rupiah pun kami lakukan dengan legowo. Sangat impas dengan rasa lega karena anakku sudah mendapat tempat di perguruan tinggi yang baik di negeri ini. Satu tahun di TPB (tahun pertama bersama) baru tahun kedua Lia memilih  jurusan Telekomunikasi di STEI ITB. Alhamdulillaah, 4 tahun kemudian Lia lulus tepat waktu dan mengikuti wisuda di bulan Juli 2012. Lulus dengan predikat cum laude, alhamdulillaah...
Di tahun 2012 Akbar, dari SMAN 3 Bandung,  diterima di FTMD ITB lewat jalur undangan (tanpa test, seleksi berdasarkan nilai rapor SMA semester 1-5), dengan biaya pendidikan 55 juta dan SPP sebesar 5 juta per semester. Pada tahun itu ITB menerapkan 2 jenis tahap penerimaan mahasiswa baru. Yang pertama jalur undangan dan yang ke dua adalah jalur SBMPTN (test tertulis serempak). Yang lolos jalur SBMPTN hanya membayar uang SPP yang 5 juta/semester. Setahun di TPB, tahun kedua Akbar memilih sub Jurusan Mesin (umum) di FTMD ITB. Alhamdulillaah saat ini Akbar sedang mengerjakan skripsinya.
Sekarang tahun 2016, Salman (dari SMA Taruna Bakti Bandung) diterima di FITB ITB lewat jalur SNMPTN (tanpa test, seleksi berdasarkan nilai rapor SMA semester 1-5). Bulan Agustus 2016 yang akan datang in sya ALLah Salman akan memulai pendidikannnya di ITB, dan setelah masa TPB dia pengin memilih jurusan Teknik Geologi / Geodesi. ITB di tahun ini menerapkan 2 jalur penerimaan mahasiswa baru yaitu SNMPTN (tanpa test, sudah diumumkan tanggal 9 Mei yang lalu) dan SBMPTN (test tertulis serempak) diumumkan hari ini 28 Juni 2016. Baik yang diterima lewat jalur SNMPTN maupun jalur SBMPTN sama-sama membayar SPP 10 juta/semester.
Kasih sayang Allah pada keluargaku seperti tiada putusnya. DiberiNYa kami sekeluarga kesempatan untuk menikmati lingkungan pendidikan tinggi yang baik di negeri ini. Semoga kami dapat selalu mensyukurinya dengan jalan  menjadikan kami mandiri, menjadikan ilmu kami bermanfaat bagi orang di sekeliling kami, bermanfaat memajukan negeri ini dan memelihara bumi Allah ini. Aamiin yaa Rabb.

Saat ini tanggal 28 Juni 2016, menjelang jam 14.00. Menjelang diumumkannya hasil SBMPTN di seluruh Indonesia. Semoga anak-anak yang sedang menunggu hasilnya memperoleh jurusan seperti yang diidamkan semuanya. Aamiin....