Hari ini akan aku pengin
posting tentang tren dalam ‘Oral
Drug Delivery’
yang diberikan secara oral (melalui mulut). Tren ini sebenarnya sudah dimulai
tahun 2004-an, dan hingga saat ini sepertinya masih berlaku.
Seperti anda ketahui,
sediaan obat yang diberikan secara oral paling banyak dipilih karena rute oral
ini paling umum dikenal pasien, alamiah, dan nyaman sehingga kepatuhan pasien
dalam mengkonsumsi obat juga tinggi. Tetapi sediaan obat yang diberikan secara
oral juga memiliki banyak kelemahan antara lain obat dapat dirusak oleh asam
lambung, rusak oleh enzim proteolitik dalam usus, dimetabolisme saat masih
berada pada membran usus sehingga sebagian obat telah rusak sebelum diabsorpsi
ke dalam darah. Harus dipertimbangkan pula terjadinya ‘first pass effect’ yaitu
obat lebih dahulu masuk ke dalam hati untuk dimetabolisme menjadi bahan yang
tidak aktif secara farmakologi. Obat yang diberikan secara oral (yang tidak
berefek lokal dalam saluran cerna) seringkali mengalami permasalahan dalam
absorpsi ke dalam pembuluh darah sehingga ketersediaan hayatinya rendah. Hal
ini seringkali disebabkan karena disolusi atau kecepatan larutnya dalam cairan
lambung/usus yang rendah.Dan masih banyak kelemahan lain bila obat
diformulasikan dalam bentuk sediaan oral. Untuk mengatasi berbagai kelemahan
itu dalam sekitar satu dasawarsa terakhir ini dikenal tren dalam pengembangan
bentuk sediaan obat untuk pemakaian secara oral. Tren itu antara lain:
1. Perbaikan
Kecepatan Melarut Obat
2. Peningkatan
absorpsi obat
3. Pelepasan obat
secara terkendali
4. Penyampaian
obat pada lokasi khusus
Tren pertama diulas ringkas
di bawah ini.
Tren Pertama: Meningkatkan
Kecepatan Melarut
Hampir 40% bahan aktif obat
yang kita kenal sekarang ini memiliki kelarutan dalam air yang rendah. Pada
banyak kasus peningkatan kecepatan melarut obat akan meningkatkan ketersediaan
hayati obat.
Tren yang umum sekarang
untuk meningkatkan
kecepatan melarut obat ini dicapai dengan cara meningkatkan luas permukaan partikel
obat. Hal ini sesuai dengan persamaan Noyes-Whitney yang menyatakan kecepatan
melarut obat berbanding lurus dengan luas permukaan partikel obat. Memperkecil
ukuran partikel obat, akan meningkatkan luas permukaan partikel obat. Selama
pengecilan ukuran masih membuat kondisinya sebagai serbuk kering tetap stabil,
pada umumnya akan membuat partikel obat berkontak dengan lebih intensif dengan
cairan gastrointestinal dan akan mempercepat disolusinya. Percepatan disolusi
akan lebih efektif bila partikel obat
yang ukuran dikecilkan itu disalut dengan surfaktan atau zat tambahan yang
berfungsi sebagai stabilisator.
Beberapa metoda digunakan
untuk membuat sediaan obat dengan
partikel bahan aktif seukuran nanometer, diantaranya dengan teknik
pengendapan seperti Evaporative Precipitation into Aqueous Solution (EPAS) yang
berhasil membuat partikel obat seukuran nanometer yang berbentuk kristal dan
stabil (metoda ini dapat dilihat pada publikasi Hu JH, Johnston KP, Williams
RO, 2004a. Drug Dev Ind Pharm, 30:233-245).
Cara pengecilan ukuran
partikel yang lain adalah dengan cara atau teknik mikronisasi seperti RESS
(Rapid Expansion from Supercritical Solution), teknik penggerusan secara
mekanis dan proses pembekuan secara ultra cepat seperti SFL (Spray Freezing
into Liquid). Proses SFL ini berhasil memproduksi danazol (yang sangat tidak
larut dalam air) berbentuk amorf dan berukuran nanometer yang stabil untuk
dibuat sediaan padat. Proses atau metoda ini dapat dilihat pada publikasi Hu
JH, Johnston KP, Williams RO, 2004b. Int J Pharm, 271:145-154.
Ok, cukup tren pertama saja
yang kuposting hari ini. Senin depan insya Allah akan kulanjutkan dengan tren
kedua dalam ‘Oral Drug Delivery’: Peningkatan
Absorpsi Obat.
Artikel
ini kuambil dari berbagai sumber, tapi sebagian besar kuambil dari tulisan DR.
Jason T. McConville, Research Associate, College of Pharmacy, University Of
Texas at Austin di Drug Delivery Report, Autumn/Winter 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar