Sepulang haji awal tahun 2006, aku berjanji dalam hatiku untuk selalu menjaga kemabruran hajiku (semoga Allah SWT benar-benar menganugerahi aku dengan haji yang mabrur, amin). Aku berusaha untuk menambah ibadahku kepada Allah, aku berusaha lebih tawadlu’ terhadap sesama, lebih berkontribusi yang baik terhadap lingkungan, ikhlas menerima semua ketentuan Allah untukku, dan sabar menghadapi semua kesulitan dan cobaan hidup.
Rasanya untuk yang besar-besar itu, planning dan implementasinya sudah nyata (aku lakukan). Tapi kadang untuk hal-hal yang kesannya sepele malah kurasa aku belum sepenuhnya mampu aku lakukan. Sebagai contoh adalah aku sering tidak mampu bersabar dan menahan diri untuk tidak mengumpat bila sedang menyetir mobil dan di jalan banyak orang yang tidak tertib. Jalanan sepi, tapi tiba-tiba ada motor nyelonong memotong jalanku yang membuat aku kaget dan mengerem mendadak. Paling tidak ‘dasar kampret…’ atau ‘astaghfirullaah, dasar semprul, samin…..’. Atau jalanan macet..cet, semua antri tapi ada orang yang keluar dari antrian, bikin barisan baru yang membuat jalan lebih macet lagi. Paling tidak, ‘wah memang kemplu itu orang…’ atau ‘mobil aja yang bagus tapi IQ nya jongkok pisan…’, itu gerundelanku. Meskipun umpatan itu tidak seheboh umpatan kapten Haddock, aku tahu bahwa itu sudah cukup membuktikan kalo aku tidak menjaga kemabruran hajiku. Apalagi bila aku hanya mengucap, ‘masya Allah sopir angkot itu…..’, tapi anakku yang paling kecil, Salman, yang duduk di sebelah tempat dudukku ikut-ikutan berucap, ‘kentir bin koplak itu, bu…’. Aku tidak hanya mengumpat tapi juga mengajari anakku meniru kebiasaan burukku, jadi aku belum berhasil menjaga kemabruran hajiku. Aku menyadari kesalahan itu, dan aku akan berusaha untuk memperbaikinya dengan tidak lagi mengulanginya lagi….
Aku berhaji bersama Herlan, suamiku. Entah apa yang sudah dilakukannya untuk menjaga kemabruran hajinya……
Rabu, September 16, 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar