Jalan hidup seseorang
sungguh tidak bisa ditebak. Sebenarnya kalau kita berpegang pada ajaran Islam
tentunya kita sudah mafhum kalau Allah Sang Pencipta sudah menentukan jalan
hidup kita. Kadang kita menginginkan sesuatu tidak tercapai tapi kita mendapatkan
sesuatu yang lain. Atau kita menginginkan lewat satu jalan untuk mencapai
tujuan tertentu tetapi karena sesuatu hal kita harus melewati jalan berputar
atau berkelok-kelok untuk mencapai tujuan tertentu itu. Bahkan sesudah jalan
memutar dan berkelok kita sampai pada tempat tujuan yang lain.
Di masa mudaku dulu (sekarang
sudah estewe ...ihiks..) aku berangan-angan untuk tetap bekerja meskipun sudah
menikah dan memiliki anak. Dan aku ingin bekerja di bidang yang
dilatarbelakangi oleh jurusan yang kupilih saat kuliah. Sesaat rasanya
angan-angan masa muda itu menjadi kenyataan. Selesai sarjana, pendidikan
profesi dan menikah aku bekerja di industri farmasi yang sesuai dengan latar
belang kuliahku. Tetapi karena tempat tugas suami sering berpindah (rata-rata 2
tahun suami dipindahkan kota tempat kerjanya) aku memilih untuk resign dari
tempat kerja dan menemani anak-anak dan membantu mereka beradaptasi saat kami
berpindah-pindah mengikuti suami. Setelah hampir 8 tahun bekerja di industri
farmasi aku menjadi fully housewife (selama hampir 13 tahun).
Menjadi fully housewife
selama itu ternyata membuat rasa percaya diriku menciut saat mau memulai lagi
bekerja di bidang kefarmasian. Beberapa atau bahkan cukup banyak tawaran kerja
datang dari teman-teman seangkatan waktu di Farmasi ITB. Mulai dari
menggantikan mereka jadi APA (apoteker pengelola apotik) di apotik yang mereka
kelola, jadi apoteker di instalasi FRS (farmasi rumah sakit) di sebuah rumah
sakit yang baru buka di Bandung hingga balik masuk dapur industri farmasi lagi.
Semua tidak ada yang aku respon saat itu. Tadinya sih penolakan itu berbuah
prasangka dari teman-teman bahwa aku terlalu sombong tidak mau menjadi
subordinat mereka (maklum teman-teman yang nawarin pekerjaan tentunya akan jadi
bossku nantinya), tapi setelah aku jelaskan bahwa aku merasa sangat tidak pede
untuk ‘tune in’ lagi, takut sudah jauh ketinggalan jaman dan tidak sanggup
mengejar ketertinggalan itu sehingga aku tidak bisa menyelesaikan tugasku di
tempat kerja dengan baik, alhamdulillah mereka pada ngerti dan balik memberiku
semangat untuk mendongkrak rasa pede ku agar setidaknya mendekati seperti aku
yang mereka kenal dulu. (Thanks alot Siti Maryam, Leni, Elza, Utari, Widarti
dan teman-teman lain yang tidak bisa kusebut satu persatu, atas usaha kalian
semua untuk menyemangatiku).
Tapi semangat utama memang
datang dari Herlan, suamiku. Sejak kembali dan menetap di Bandung Herlan selalu
mendorongku bila aku ingin bekerja kembali. Dan ketika dia tau aku jadi orang
yang gak pede, disuruhnya aku sekolah lagi, ambil S2, biar ingat masa sekolah
dulu dan jadi ‘panas’ lagi kalo mau kerja lagi. Singkat cerita tawarannya aku
sambut, dan alhamdulillaah setelah lewat berbagai formal test aku diterima dan
jadi mahaiswi S2 di Sekolah Farmasi ITB. Hanya semester 1 saja yang kuingat
kulalui dengan agak ‘banyak penyesuaian’, selanjutnya sekolah mengalir dengan
banyak senengnya, karena memang dari dulu aku tu seneng sekolah. Alhamdulillah
lulus pas 2 tahun dengan predikat ‘cum laude’.
Selesai sekolah wah.. gamang
lagi. Ada beberapa tawaran pekerjaan tapi kok ya di luar Bandung, sementara aku
harus tetep di Bandung ngawal anak-anak. Dalam keadaan menunggu kesempatan lain
itu kuterima ajakan teman S2 ku untuk mengajar di sebuah institusi swasta yang
ada jurusan farmasinya. Ini awal profesiku sebagai pendidik/pengajar. Ternyata
mengajar itu menyenangkan, dan kutemukan kepuasan tertinggi bila para mahasiswaku
dapat mengerti, memahami apa yang kuajarkan yang ditunjukkannya dengan hasil
ujian yang bagus. Atau mereka dapat mengimplementasikan teori yang kuajarkan
dalam praktikum yang dilakukannya dengan benar. Dua tahun mengajar akhirnya
kuputuskan untuk berhenti. Bukan karena take home pay yang tidak memadai – dari
awal mengajar sudah kuniatkan untuk berkhidmat saja- tetapi lebih karena merasa
menjalani profesi yang serba tanggung. Gimana gak tanggung? Dosen sekarang
harus disertifikasi oleh Depdiknas. Banyak syarat mendasar untuk sertifikasi
itu rasanya tak mungkin bisa kupenuhi, antara lain karena aku tidak mau
diangkat jadi dosen tetap di situ. Sekolah
tempatku mengajar menyelenggarakan sekolah untuk para karyawan yang ingin
meneruskan S1 bidang farmasi. Para karyawan ini jam kuliahnya dari jam 17-21
setiap harinya. Dan Sabtu jam 07-17. Semua dosen tetap harus mengajar di
waktu-waktu tersebut. Itu yang membuatku tidak sanggup. Aku meminta ketiga
anakku kalau bisa maghrib sudah di rumah, lha kalau aku malah ngajar sampe jam
9 malam, ya aku yang melanggar aturanku sendiri. Sedang hari Sabtu adalah
hariku ketemu dan meluangkan waktu bersama suami. Karena itu aku memilih jadi
dosen tidak tetap dan hal ini yang membuat sulitnya aku disertifikasi. Jadilah
aku resign sebagai guru (aku lebih suka dipanggil guru daripada dosen) di situ.
Resign jadi guru ternyata
nasib mendamparkanku di kandangku yang lama, industri farmasi lagi. Adalah
bekas bossku di pabrik obat tempatku bekerja dulu yang memanggilku dan meminta
bantuanku untuk ‘solving problem’ di tempatnya bekerja sekarang, masih di
Bandung. Dengan seizin Herlan kuterima permintaan bossku itu. Aku ‘mabrik’
lagi. Dan sebenarnya aku ‘homy’, tapi ternyata aku hanya bertahan 2 tahun.
Banyak hal internal yang tidak membuatku terasah, tidak produktif, tidak
solving problem dan happy. Tambah lagi banyak waktu yang dituntut Herlan untuk
bisa menemaninya (kalo mabrik kadang kami juga harus kerja di hari Sabtu).
Jadilah aku resign dari industri farmasi tempatku bekerja.
Jadi pengangguran membuat
pikiranku usil pengin usaha ini itu. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya
kupilih usaha berjualan makaroni panggang. Awalnya aku buka di kios yang kami
beli di Metro Indah Mall, trus akhirnya
buka juga di beberapa tempat yang lain....
Kalo nengok ke belakang
rasanya hidupku (kalau gak bisa dikatakan lengkap) jadi berwarna warni., Dan tidak ada satupun yang aku sesali. Banyak
yang aku syukuri. Allah memberiku kesempatan mencoba berbagai profesi. Memang
aku belum pernah mencapai yang kuinginkan sampai di puncak. Sepertinya memang
bukan itu yang kuimpikan. Mimpiku adalah semua yang kuusahakan mengubah
lingkunganku menjadi lebih baik, memberiku dan mereka manfaat, tentu saja yang
bernilai ekonomi, edukasi dan moral.
Puisi Tupac Shakur yang
berjudul ‘And Tomorrow’ selalu mengingatkanku untuk keeping my dreams
alive.....
........
But tomorrow I see change
a chance to build a new
Built on spirit intent of Heart and ideals
based on truth
and tomorrow I wake with second wind
and strong because of pride
to know I fought with all my heart to keep
my dream alive
Semoga Allah SWT
memberkahi, amiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar