Sebagai lanjutan tulisanku Senin kemarin, hari ini akan kutulis tentang Transporter Obat yang Berperan pada Proses Ekskresi melalui ginjal.....
Banyak jenis obat yang diekskresi ke dalam urin melalui sistem transpor anion dan kation yang terdapat pada membran brush-border dan membran basolateral dari sel tubulus ginjal.
Karena beberapa transporter secara spesifik terdapat pada sel tubular ginjal, maka mereka dapat digunakan sebagai target penghantaran obat ke ginjal yang dapat mengontrol proses eliminasi.
OAT1 dan OAT3 terutama terdapat di ginjal dan terlokalisasi pada membran basolateral dari tubulus proksimal . Substrat dari OAT1 dan OAT3 termasuk anion organik yang kecil dan hidrofil seperti p-amino hipurat (PAH), methotrexat, antibiotika beta laktam, anti inflamasi non steroid dan obat-obat antiviral analog nukleosid. Akhir-akhir ini sudah dapat dikembangkan mencit yang dihilangkan Oat3 nya dan mencit-mencit ini mengalami gangguan fungsi transport anion organik di ginjal, tetapi tidak terjadi gangguan tersebut di hati. Hal ini menunjukkan bahwa Oat3 berperan penting pada pengambilan anion organik di ginjal tetapi tidak di hati.
Pada umumnya anion organik amfipatik yang berat molekulnya relatif tinggi seperti substrat-substrat OATP dieliminasi dari hati dan atau ekskresi empedu, sedangkan anion organik yang kecil dan hidrofilik diekskresikan ke dalam urin. Distribusi jaringan dan jalur eliminasi dari obat-obat dapat dijelaskan dengan kesamaan dan perbedaan pada pengenalan substrat oleh transporter yang terdapat di hati dan ginjal. Jadi dengan memodifikasi obat sehingga dapat dikenal oleh OATP atau OAT akan mengarah pada organotropisme hati atau ginjal. Secara umum keluarga OAT terdapat dalam jumlah banyak di ginjal kecuali OAT2 yang jumlahnya di hati lebih banyak daripada jumlahnya di ginjal.
Sabtu, April 10, 2010
Sabtu, April 03, 2010
Intellectuality and Sensuality…
Mawlana Jalaluddin Rumi said,he who has intellect dominates his sensuality, is higher than the angels, and he whose sensuality dominates his intellect, is lower than the beasts.
It’s really true….is lower then the beast……,
It’s really true….is lower then the beast……,
Wise Quote of Abul Qasim al-Qushayri
Abstaining from the unlawful is the beginning of renunciation
of the world, just as contentment with one's lot is a branch of satisfaction
with the will of God..... (semestinya ini diposting Jum'at kemarin....).
of the world, just as contentment with one's lot is a branch of satisfaction
with the will of God..... (semestinya ini diposting Jum'at kemarin....).
Doa Kang Suto
Berikut ini jatah postingku hari Kamis kemarin (tentang Literary).
Sebagai muslimah, alhamdulillah semangatku untuk tetap belajar memahami kitab suci Al Qur’an masih tetap tinggi. Aku masih tetap ingin memperbaiki tajwidku, dan aku ingin belajar tafsir, agar pemahamanku tidak terbatas pada apa yang tersurat dalam Al Qur’an saja. Baru-baru ini keinginanku untuk mulai belajar tafsir muncul lagi setelah beberapa tahun lamanya semangatku anjlok karena ’bete’.
Kejadian yang bikin aku bete itu terjadi di Surabaya kira-kira 8 tahun yang lalu. Aku memperoleh info dari teman kalau di suatu masjid pengajaran tentang tafsir Al Qur’an nya OK banget. Akupun mendaftar untuk belajar. Ternyata aku harus melewati test untuk bisa bergabung belajar tafsir. Test nya berupa membaca Al Qur’an. Hasil test aku dinyatakan tidak lulus, karena tajwid masih perlu dipoles (jelasnya makhorijal hurufnya tidak jelas) dan panjang pendek bacaan belum konsisten. Walhasil aku disarankan untuk masuk kelas belajar membaca Al Qur’an lagi. Setahun aku belajar membaca Al Qur’an, (bersama-sama dengan teman-teman yang kualitas bacaannya di bawahku), akibatnya aku bosan dan memilih mengaji sendiri di rumah. Aku agak jengkel, dan berpikir, kalau semua masjid menerapkan sistem seperti itu, kapan kita bisa belajar tafsir? Aku meyakini untuk belajar tafsir kita harus berguru pada yang ahli, agar pemahaman kita tidak melenceng. Untuk belajar tafsir memang kita harus memiliki kemampuan untuk membaca Al Qur’an, dalam arti memahami huruf per huruf, kaidah penulisan dan penyambungan huruf serta semua tanda bacaan. Tetapi aku kira untuk berguru tafsir tidak harus kita sudah sempurna bacaan makhorijal huruf serta panjang pendeknya bacaan. Kalau syarat terakhir ini diterapkan trus kapan umat ini memahami isi kitab sucinya? Orang seperti kang Suto pun kali sampai mati tidak dapat kesempatan untuk berguru tafsir. Menurut pendapatku, di masjid-masjid, majelis ta’lim semestinya tidak memberikan syarat yang begitu berat seperti yang aku tulis di atas, agar umat ini dapat dengan paralel belajar memperbaiki bacaan Al Qur’an nya dan sekaligus berguru tafsir.
Tapi nanti dulu, siapa sih kang Suto yang aku sebut-sebut tadi? Sebelumnya aku jelaskan ya...judul postinganku kali ini aku ambil dari sub judul bukunya kang Mohamad Sobary (’Kang Sejo Melihat Tuhan’, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, cetakan kedua tahun 1993, halaman 55-57). Aku termasuk yang cocok dengan falsafah kang Mohamad Sobary dan suka membaca tulisan-tulisannya. Untuk lebih mengenal Kang Suto, sebaiknya aku tuliskan sebagian dari tulisan kang Mohammad Sobary di buku itu yang sub judulnya adalah ’Doa Kang Suto’ ya.....
.............................
Dalam suasana ketika tiap orang yakin tentang Tuhan, muncul Kang Suto, sopir bajaj, dengan jiwa gelisah. Sudah lama ia ingin salat. Tapi salat ada bacaan dan doanya. Dan dia tidak tahu. Diapun menemui pak ustad untuk minta bimbingan, setapak demi setapak.
Ustad Betawi itu memuji Kang Suto sebagai teladan. Karena, biarpun sudah tua, ia masih bersemangat belajar. Katanya, ”Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena amal tanpa ilmu tak diterima. Repotnya malaikat yang mencatat ilmu kita cuma tahu bahasa Arab. Jadi wajib kita paham Quran agar amal kita tak sia-sia”.
Setelah pendahuluan yang bertele-tele, ngajipun dimulai. Alip, ba, ta dan seterusnya. Tapi di tingkat awal ini Kang Suto sudah keringat dingin. Digebukpun tak bakal ia bisa menirukan pak ustad. Di Sruweng, kampungnya, ’ain itu tidak ada. Adanya cuma ngain. Pokoknya kurang lebih, ngain.
”Ain, Pak Suto,” kata Ustad Bentong bin H. Sabit.
”Ngain,” kata Kang Suto.
” Ya kaga bisa nyang begini mah,” pikir ustad.
Itulah hari pertama dan terakhir pertemuan mereka yang runyem itu. Tapi Kang Suto tak putus asa. Dia cari guru ngaji lain. Nah, ketemu anak PGA. Langsung Kang Suto diajarinya Alfatika.
”Al-kham-du...,” tuntun guru barunya.
”Al-kam-du...” Kang Suto menirukan. Gurunya bilang, ”Salah.”
”Alkhamdulillah...’” panjang sekalian pikir gurunya itu.
”Lha kam ndu lilah...” Guru itu menarik napas. Dia merasa wajib meluruskan. Dia bilang, bahasa Arab tidak sembarangan. Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena mengubah arti Quran.
Kang Suto takut. ”Mau belajar malah cari dosa,” gerutunya.
Ia tahu, saya tak paham soal kitab, Tapi ia datang ke rumah, minta pandangan keagamaan saya.
”Begini Kang,” akhirnya saya menjawab. ”Kalau ada ustad yang bisa menerima ngain, teruskan ngaji. Kalau tidak, apa boleh buat. Salat saja sebisanya. Soal diterima tidaknya, urusan Tuhan. Lagi pula bukan bunyi yang penting. Kalau Tuhan mengutamakan ain, menolak ngain, orang Sruweng masuk neraka semua, dan surga isinya cuma Arab melulu.”
Kang Suto mengangguk-angguk.
Saya ceritakan kisah ketika Nabi Musa marah pada orang yang tak fasih berdoa. Beliau langsung ditegur Tuhan. ”Biarkan, Musa. Yang penting ketulusan hati, bukan kefasihan lidahnya.”
”Sira guru nyong”, (kau guruku) katanya, gembira.
Sering kami lalu bicara agama dengan sudut pandang Jawa. Kami menggunakan sikap semeleh, berserah, pada Dia Yang Maha Welas dan Asih. Dan sayapun tak berkeberatan ia zikir, ”Arokmanirokim,” (Yang Pemurah, Pengasih).
Suatu malam, ketika Klender sudah lelap dalam tidurnya, kami salat di teras masjid yang sudah tutup, gelap dan sunyi. Ia membisikkan kegelisahannya pada Tuhan.
”Ya tuhan, adakah gunanya doa hamba yang tidak fasih ini. Salahkah hamba, duh Gusti, yang hati-Nya luas tanpa batas,,,,”
Air matanya lalu bercucuran. Tiba-tiba dalam penglihatannya, masjid gelap itu seperti mandi cahaya. Terang-benderang. Dan Kang Suto tak mau pulang. Ia sujud, sampai pagi.....
.............................................................
Jadi sekali lagi, menurut pendapatku, di masjid-masjid, majelis ta’lim semestinya tidak memberikan syarat yang begitu berat seperti yang aku tulis di atas, agar umat ini dapat dengan paralel belajar memperbaiki bacaan Al Qur’an nya dan sekaligus berguru tafsir. Dan para da’i / ustad semestinya memperbaiki metoda berdakwah/mengajar nya. Orang seperti Kang Suto semestinya tidak diajar dengan metoda yang sama dengan anak atau orang yang sudah melek huruf Arab dalam waktu yang lama......
Sebagai muslimah, alhamdulillah semangatku untuk tetap belajar memahami kitab suci Al Qur’an masih tetap tinggi. Aku masih tetap ingin memperbaiki tajwidku, dan aku ingin belajar tafsir, agar pemahamanku tidak terbatas pada apa yang tersurat dalam Al Qur’an saja. Baru-baru ini keinginanku untuk mulai belajar tafsir muncul lagi setelah beberapa tahun lamanya semangatku anjlok karena ’bete’.
Kejadian yang bikin aku bete itu terjadi di Surabaya kira-kira 8 tahun yang lalu. Aku memperoleh info dari teman kalau di suatu masjid pengajaran tentang tafsir Al Qur’an nya OK banget. Akupun mendaftar untuk belajar. Ternyata aku harus melewati test untuk bisa bergabung belajar tafsir. Test nya berupa membaca Al Qur’an. Hasil test aku dinyatakan tidak lulus, karena tajwid masih perlu dipoles (jelasnya makhorijal hurufnya tidak jelas) dan panjang pendek bacaan belum konsisten. Walhasil aku disarankan untuk masuk kelas belajar membaca Al Qur’an lagi. Setahun aku belajar membaca Al Qur’an, (bersama-sama dengan teman-teman yang kualitas bacaannya di bawahku), akibatnya aku bosan dan memilih mengaji sendiri di rumah. Aku agak jengkel, dan berpikir, kalau semua masjid menerapkan sistem seperti itu, kapan kita bisa belajar tafsir? Aku meyakini untuk belajar tafsir kita harus berguru pada yang ahli, agar pemahaman kita tidak melenceng. Untuk belajar tafsir memang kita harus memiliki kemampuan untuk membaca Al Qur’an, dalam arti memahami huruf per huruf, kaidah penulisan dan penyambungan huruf serta semua tanda bacaan. Tetapi aku kira untuk berguru tafsir tidak harus kita sudah sempurna bacaan makhorijal huruf serta panjang pendeknya bacaan. Kalau syarat terakhir ini diterapkan trus kapan umat ini memahami isi kitab sucinya? Orang seperti kang Suto pun kali sampai mati tidak dapat kesempatan untuk berguru tafsir. Menurut pendapatku, di masjid-masjid, majelis ta’lim semestinya tidak memberikan syarat yang begitu berat seperti yang aku tulis di atas, agar umat ini dapat dengan paralel belajar memperbaiki bacaan Al Qur’an nya dan sekaligus berguru tafsir.
Tapi nanti dulu, siapa sih kang Suto yang aku sebut-sebut tadi? Sebelumnya aku jelaskan ya...judul postinganku kali ini aku ambil dari sub judul bukunya kang Mohamad Sobary (’Kang Sejo Melihat Tuhan’, diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, cetakan kedua tahun 1993, halaman 55-57). Aku termasuk yang cocok dengan falsafah kang Mohamad Sobary dan suka membaca tulisan-tulisannya. Untuk lebih mengenal Kang Suto, sebaiknya aku tuliskan sebagian dari tulisan kang Mohammad Sobary di buku itu yang sub judulnya adalah ’Doa Kang Suto’ ya.....
.............................
Dalam suasana ketika tiap orang yakin tentang Tuhan, muncul Kang Suto, sopir bajaj, dengan jiwa gelisah. Sudah lama ia ingin salat. Tapi salat ada bacaan dan doanya. Dan dia tidak tahu. Diapun menemui pak ustad untuk minta bimbingan, setapak demi setapak.
Ustad Betawi itu memuji Kang Suto sebagai teladan. Karena, biarpun sudah tua, ia masih bersemangat belajar. Katanya, ”Menuntut ilmu wajib hukumnya, karena amal tanpa ilmu tak diterima. Repotnya malaikat yang mencatat ilmu kita cuma tahu bahasa Arab. Jadi wajib kita paham Quran agar amal kita tak sia-sia”.
Setelah pendahuluan yang bertele-tele, ngajipun dimulai. Alip, ba, ta dan seterusnya. Tapi di tingkat awal ini Kang Suto sudah keringat dingin. Digebukpun tak bakal ia bisa menirukan pak ustad. Di Sruweng, kampungnya, ’ain itu tidak ada. Adanya cuma ngain. Pokoknya kurang lebih, ngain.
”Ain, Pak Suto,” kata Ustad Bentong bin H. Sabit.
”Ngain,” kata Kang Suto.
” Ya kaga bisa nyang begini mah,” pikir ustad.
Itulah hari pertama dan terakhir pertemuan mereka yang runyem itu. Tapi Kang Suto tak putus asa. Dia cari guru ngaji lain. Nah, ketemu anak PGA. Langsung Kang Suto diajarinya Alfatika.
”Al-kham-du...,” tuntun guru barunya.
”Al-kam-du...” Kang Suto menirukan. Gurunya bilang, ”Salah.”
”Alkhamdulillah...’” panjang sekalian pikir gurunya itu.
”Lha kam ndu lilah...” Guru itu menarik napas. Dia merasa wajib meluruskan. Dia bilang, bahasa Arab tidak sembarangan. Salah bunyi lain arti. Bisa-bisa kita dosa karena mengubah arti Quran.
Kang Suto takut. ”Mau belajar malah cari dosa,” gerutunya.
Ia tahu, saya tak paham soal kitab, Tapi ia datang ke rumah, minta pandangan keagamaan saya.
”Begini Kang,” akhirnya saya menjawab. ”Kalau ada ustad yang bisa menerima ngain, teruskan ngaji. Kalau tidak, apa boleh buat. Salat saja sebisanya. Soal diterima tidaknya, urusan Tuhan. Lagi pula bukan bunyi yang penting. Kalau Tuhan mengutamakan ain, menolak ngain, orang Sruweng masuk neraka semua, dan surga isinya cuma Arab melulu.”
Kang Suto mengangguk-angguk.
Saya ceritakan kisah ketika Nabi Musa marah pada orang yang tak fasih berdoa. Beliau langsung ditegur Tuhan. ”Biarkan, Musa. Yang penting ketulusan hati, bukan kefasihan lidahnya.”
”Sira guru nyong”, (kau guruku) katanya, gembira.
Sering kami lalu bicara agama dengan sudut pandang Jawa. Kami menggunakan sikap semeleh, berserah, pada Dia Yang Maha Welas dan Asih. Dan sayapun tak berkeberatan ia zikir, ”Arokmanirokim,” (Yang Pemurah, Pengasih).
Suatu malam, ketika Klender sudah lelap dalam tidurnya, kami salat di teras masjid yang sudah tutup, gelap dan sunyi. Ia membisikkan kegelisahannya pada Tuhan.
”Ya tuhan, adakah gunanya doa hamba yang tidak fasih ini. Salahkah hamba, duh Gusti, yang hati-Nya luas tanpa batas,,,,”
Air matanya lalu bercucuran. Tiba-tiba dalam penglihatannya, masjid gelap itu seperti mandi cahaya. Terang-benderang. Dan Kang Suto tak mau pulang. Ia sujud, sampai pagi.....
.............................................................
Jadi sekali lagi, menurut pendapatku, di masjid-masjid, majelis ta’lim semestinya tidak memberikan syarat yang begitu berat seperti yang aku tulis di atas, agar umat ini dapat dengan paralel belajar memperbaiki bacaan Al Qur’an nya dan sekaligus berguru tafsir. Dan para da’i / ustad semestinya memperbaiki metoda berdakwah/mengajar nya. Orang seperti Kang Suto semestinya tidak diajar dengan metoda yang sama dengan anak atau orang yang sudah melek huruf Arab dalam waktu yang lama......
Syair, Musik dan Semangat Juang
Tulisan ini jatah posting Rabu kemarin.....
Waktu Bung Karno melarang para pemuda Indonesia mendengar dan mendendangkan lagu-lagu yang menurut beliau digolongkan lagu ngak ngik ngok, aku masih terlalu kecil untuk memahami alasannya. Tapi seumurku sekarang aku jadi mengerti mengapa Presiden pertama kita itu menerapkan larangan itu. Menurutku, para pemuda seyogyanya mengasah dirinya dengan membiasakan dirinya dengan segala sesuatu yang memberi semangat juang tinggi. Dalam semua keadaan. Baik di kala sedang belajar, bekerja, gembira, jatuh cinta, sedang rindu pada kekasih atau bahkan sedang dirundung kesedihan.
Musik, lagu dan syairnya merupakan salah satu bentuk seni suara yang sangat cocok untuk mengasah dan mengekspresikan perasaan kita. Mendengar dan ikut mendendangkan lagu yang syairnya cocok dengan suasana hati kita akan sangat mengekpresikan perasaan kita. So what’s the point? The point is how such expression will influence our spirit. Sama-sama mengasah dan mengekpresikan perasaan, mengapa tidak kita pilih lagu-lagu yang tetap membangkitkan semangat kita? Di negara kita sekarang ini tidak ada batasan bagi para seniman musik untuk berekspresi (tidak seperti jaman bung Karno dulu). Lagu dengan syair dan nuansa musik apapun (asal tidak mengancam keutuhan NKRI) bisa dilaunching dan diapresiasi oleh publik. Dari satu sisi ini bagus karena tidak membatasi HAM untuk berekspresi dan memperoleh penghasilan dari situ. Di sisi lain, kita, para konsumen musik dan lagu itu yang harus pandai memilih agar menikmati hasil seni itu tidak membuat semangat juang kita melorot. Menurutku, terutama para pemudalah yang harus lebih mewaspadai hal ini. Mengapa? Ya karena para pemudalah yang harus selalu memiliki semangat juang tinggi, bukankah merekalah yang nantinya menentukan masa depan kita setelah masa orang seusia kita berakhir? Kalau mereka banyak memble apa jadinya nanti….?
Ada beberapa contoh lagu yang sering dinyanyikan anakku yang menurutku syair dan musiknya sangat memble dan tidak macho. Aku suka mengingatkan anakku untuk tidak menyukai lagu begituan. Habis kesannya kita begitu loyo, tidak berdaya dan tidak punya pengharapan banget. Di posting ini aku tidak mau menyebut judul lagu dan penyanyi atau grup bandnya. Tidak etis dan rasanya sesudah kasusnya mbak Prita, seyogyanya aku tidak menulis yang beresiko di blogku ini. Lebih baik aku berikan contoh lagu yang baik musik dan syairnya membangkitkan semangat kita, supaya anda sekalian menilai apa pendapatku ini benar (akan lebih baik seandainya anda tidak hanya membaca teks syairnya tetapi kenal lagu itu dong biar lebih yakin…..).
Ada lagu Titi DJ yang aku suka dari dulu, kalo gak salah judulnya ‘Demi Cita-Cita’….
…….
Terik matahari dan panasnya hari
menyengat diriku
Namun ku tetap melangkah dengan pasti
Walau sejuta duka atau prahara
Tak akan merubah tujuanku
Badai menggelegar atau halilintar
yang akan datang
Yakin ku tetap melawan
dengan pasti
Biar segala nista atau sengsara
Tak akan merubah hasrat diri
yang kutuju
Doa dan semangat juang diriku
Tak kan kenal lelah selalu
Segala daya dan upaya
Pantang menyerah dan frustasi
S'lalu memohon kepada Nya
Semuanya demi cita-citaku
Terik matahari dan hujan yang akan datang
Tapi ku tetap melawan dengan pasti
Biar segala duka atau prahara,
Tak akan mengubah hasrat diri yang kutuju
Doa dan semangat juang diriku
Tak kan kenal lelah selalu
Segala daya dan upaya
Pantang menyerah dan frustasi
Slalu memohon ke padaNya
Semuanya demi cita-citaku……
Atau lagu “Smile’ nya Nat King Cole. Meskipun musiknya bernuansa mellow tapi syairnya jauh dari cengeng dan memble…
Smile though your heart is aching
Smile even though it's breaking
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you
Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile
Buat yang lagi gak beruntung di kisah cinta, mengekspresikan perasaan lewat lagunya almarhum Christ Kayhatu yang satu ini juga OK (judulnya Biarkan Saja), syairnya tetap memberi semangat dan musiknya rancak dan gembira, tidak memble….
Ini kali tiada lagi, hasrat hati tuk berlari
Menerjang rasa, mengejar cinta di hidup ini,
Anganku terbang melayang, berarak terjang gelombang
Meniti buih, bebas dan lepas, tiada peduli….
Tiada lagi waktuku yang tersisa tuk menggali duka,
Bertahun tlah berlalu,
Meninggalkan hampa dalam dada,
Aku bukanlah lagi aku seperti aku yang dahulu
Kusadari, kumengeri betapa jauh perjalanan
yang harus kutempuh dalam hidup ini
Kala kutegak berdiri, saat kumelangkah pasti
Angin berlari, menyongsong mentari, sejuk di hati
Biarlah semua resah, biarkan segala duka menghilang pergi
Biarkan musnah dan biarkan saja…….
Nah kalo kita mempertimbangkan sisi religius itu lebih baik lagi. Agama apapun rasanya mengajarkan kita untuk fight, berjuang sesuai ajaran agama itu. Lagu Bimbo berikut ini cocok untuk mengingatkan kita bahwa segala masalah, kegagalan, duka cita yang kita rasakan tidak membuat kita lupa akan tujuan hidup kita ini…..
Hidup bagaikan garis lurus
Tak akan kembali ke masa yang lalu
Hidup bukan bulatan bola
Yang tiada ujung dan tiada pangkal
Hidup ini melangkah terus
Semakin mendekat ke titik terakhir
Tiap langkah hilangkan jatah
Menikmati hidup nikmati dunia
Pesan Nabi, jangn takut mati
Meski kau sembunyi dia menghampiri
Takutlah pada kehidupan
Sesudah kau mati, renungkanlah itu
Nikmati hidup dengan cinta
Ingatkan diri saat untuk berpisah
Tegakkan shalat lima waktu
Dan ingatkan diri saat dishalatkan……
Postinganku ini kalau orang Jawa bilang hanya ‘ngudoroso’ alias berpendapat saja. Anda sekalian boleh menilai pendapatku subyektif, tapi siapa tau tulisanku ini dapat mengetuk hati dan menginspirasi para seniman musik dan lagu agar apapun jenis musiknya, apapun konteks syairnya, mereka lebih memilih syair dan merilis musik yang tetap memberi semangat juang untuk ke arah yang lebih baik……
Waktu Bung Karno melarang para pemuda Indonesia mendengar dan mendendangkan lagu-lagu yang menurut beliau digolongkan lagu ngak ngik ngok, aku masih terlalu kecil untuk memahami alasannya. Tapi seumurku sekarang aku jadi mengerti mengapa Presiden pertama kita itu menerapkan larangan itu. Menurutku, para pemuda seyogyanya mengasah dirinya dengan membiasakan dirinya dengan segala sesuatu yang memberi semangat juang tinggi. Dalam semua keadaan. Baik di kala sedang belajar, bekerja, gembira, jatuh cinta, sedang rindu pada kekasih atau bahkan sedang dirundung kesedihan.
Musik, lagu dan syairnya merupakan salah satu bentuk seni suara yang sangat cocok untuk mengasah dan mengekspresikan perasaan kita. Mendengar dan ikut mendendangkan lagu yang syairnya cocok dengan suasana hati kita akan sangat mengekpresikan perasaan kita. So what’s the point? The point is how such expression will influence our spirit. Sama-sama mengasah dan mengekpresikan perasaan, mengapa tidak kita pilih lagu-lagu yang tetap membangkitkan semangat kita? Di negara kita sekarang ini tidak ada batasan bagi para seniman musik untuk berekspresi (tidak seperti jaman bung Karno dulu). Lagu dengan syair dan nuansa musik apapun (asal tidak mengancam keutuhan NKRI) bisa dilaunching dan diapresiasi oleh publik. Dari satu sisi ini bagus karena tidak membatasi HAM untuk berekspresi dan memperoleh penghasilan dari situ. Di sisi lain, kita, para konsumen musik dan lagu itu yang harus pandai memilih agar menikmati hasil seni itu tidak membuat semangat juang kita melorot. Menurutku, terutama para pemudalah yang harus lebih mewaspadai hal ini. Mengapa? Ya karena para pemudalah yang harus selalu memiliki semangat juang tinggi, bukankah merekalah yang nantinya menentukan masa depan kita setelah masa orang seusia kita berakhir? Kalau mereka banyak memble apa jadinya nanti….?
Ada beberapa contoh lagu yang sering dinyanyikan anakku yang menurutku syair dan musiknya sangat memble dan tidak macho. Aku suka mengingatkan anakku untuk tidak menyukai lagu begituan. Habis kesannya kita begitu loyo, tidak berdaya dan tidak punya pengharapan banget. Di posting ini aku tidak mau menyebut judul lagu dan penyanyi atau grup bandnya. Tidak etis dan rasanya sesudah kasusnya mbak Prita, seyogyanya aku tidak menulis yang beresiko di blogku ini. Lebih baik aku berikan contoh lagu yang baik musik dan syairnya membangkitkan semangat kita, supaya anda sekalian menilai apa pendapatku ini benar (akan lebih baik seandainya anda tidak hanya membaca teks syairnya tetapi kenal lagu itu dong biar lebih yakin…..).
Ada lagu Titi DJ yang aku suka dari dulu, kalo gak salah judulnya ‘Demi Cita-Cita’….
…….
Terik matahari dan panasnya hari
menyengat diriku
Namun ku tetap melangkah dengan pasti
Walau sejuta duka atau prahara
Tak akan merubah tujuanku
Badai menggelegar atau halilintar
yang akan datang
Yakin ku tetap melawan
dengan pasti
Biar segala nista atau sengsara
Tak akan merubah hasrat diri
yang kutuju
Doa dan semangat juang diriku
Tak kan kenal lelah selalu
Segala daya dan upaya
Pantang menyerah dan frustasi
S'lalu memohon kepada Nya
Semuanya demi cita-citaku
Terik matahari dan hujan yang akan datang
Tapi ku tetap melawan dengan pasti
Biar segala duka atau prahara,
Tak akan mengubah hasrat diri yang kutuju
Doa dan semangat juang diriku
Tak kan kenal lelah selalu
Segala daya dan upaya
Pantang menyerah dan frustasi
Slalu memohon ke padaNya
Semuanya demi cita-citaku……
Atau lagu “Smile’ nya Nat King Cole. Meskipun musiknya bernuansa mellow tapi syairnya jauh dari cengeng dan memble…
Smile though your heart is aching
Smile even though it's breaking
When there are clouds in the sky, you'll get by
If you smile through your fear and sorrow
Smile and maybe tomorrow
You'll see the sun come shining through for you
Light up your face with gladness
Hide every trace of sadness
Although a tear may be ever so near
That's the time you must keep on trying
Smile, what's the use of crying?
You'll find that life is still worthwhile
If you just smile
Buat yang lagi gak beruntung di kisah cinta, mengekspresikan perasaan lewat lagunya almarhum Christ Kayhatu yang satu ini juga OK (judulnya Biarkan Saja), syairnya tetap memberi semangat dan musiknya rancak dan gembira, tidak memble….
Ini kali tiada lagi, hasrat hati tuk berlari
Menerjang rasa, mengejar cinta di hidup ini,
Anganku terbang melayang, berarak terjang gelombang
Meniti buih, bebas dan lepas, tiada peduli….
Tiada lagi waktuku yang tersisa tuk menggali duka,
Bertahun tlah berlalu,
Meninggalkan hampa dalam dada,
Aku bukanlah lagi aku seperti aku yang dahulu
Kusadari, kumengeri betapa jauh perjalanan
yang harus kutempuh dalam hidup ini
Kala kutegak berdiri, saat kumelangkah pasti
Angin berlari, menyongsong mentari, sejuk di hati
Biarlah semua resah, biarkan segala duka menghilang pergi
Biarkan musnah dan biarkan saja…….
Nah kalo kita mempertimbangkan sisi religius itu lebih baik lagi. Agama apapun rasanya mengajarkan kita untuk fight, berjuang sesuai ajaran agama itu. Lagu Bimbo berikut ini cocok untuk mengingatkan kita bahwa segala masalah, kegagalan, duka cita yang kita rasakan tidak membuat kita lupa akan tujuan hidup kita ini…..
Hidup bagaikan garis lurus
Tak akan kembali ke masa yang lalu
Hidup bukan bulatan bola
Yang tiada ujung dan tiada pangkal
Hidup ini melangkah terus
Semakin mendekat ke titik terakhir
Tiap langkah hilangkan jatah
Menikmati hidup nikmati dunia
Pesan Nabi, jangn takut mati
Meski kau sembunyi dia menghampiri
Takutlah pada kehidupan
Sesudah kau mati, renungkanlah itu
Nikmati hidup dengan cinta
Ingatkan diri saat untuk berpisah
Tegakkan shalat lima waktu
Dan ingatkan diri saat dishalatkan……
Postinganku ini kalau orang Jawa bilang hanya ‘ngudoroso’ alias berpendapat saja. Anda sekalian boleh menilai pendapatku subyektif, tapi siapa tau tulisanku ini dapat mengetuk hati dan menginspirasi para seniman musik dan lagu agar apapun jenis musiknya, apapun konteks syairnya, mereka lebih memilih syair dan merilis musik yang tetap memberi semangat juang untuk ke arah yang lebih baik……
William Arthur Ward quote
Tulisan ini mestinya aku post di blogku ini hari Selasa kemarin.
Ada salah satu dari William Arthur Ward quote yang sangat aku suka karena quote itu memang benar.
“We must be silent before we can listen.
We must listen before we can learn.
We must learn before we can prepare.
We must prepare before we can serve.
We must serve before we can lead.”
Ternyata sebelum kita dapat memimpin lebih dahulu kita harus melayani. Sebelum memimpin keluarga, kita harus melayani anggota keluarga kita dulu….. (have you?...). Sebelum menjadi pemimpin di masyarakat, harus kita tunjukkan bahwa kita mampu dan mau melayani kebutuhan masyarakat dulu……..
Ada salah satu dari William Arthur Ward quote yang sangat aku suka karena quote itu memang benar.
“We must be silent before we can listen.
We must listen before we can learn.
We must learn before we can prepare.
We must prepare before we can serve.
We must serve before we can lead.”
Ternyata sebelum kita dapat memimpin lebih dahulu kita harus melayani. Sebelum memimpin keluarga, kita harus melayani anggota keluarga kita dulu….. (have you?...). Sebelum menjadi pemimpin di masyarakat, harus kita tunjukkan bahwa kita mampu dan mau melayani kebutuhan masyarakat dulu……..
Ayo Mengenal Transporter Obat (4)
Seminggu kemarin, lagi-lagi aku gak sempet posting sekalipun. Padahal tabungan tulisan cukup banyak. Jadi pada hari Sabtu ini aku rapel dah.....
Ini jatah posting hari Senin kemarin. Seri ke 4 tentang Mengenal Transporter Obat ini akan kuisi dengan tulisan tentang Transporter yang Berperan pada proses Distribuai Obat.
Drug targeting (penyampaian obat ke sasaran obat) merupakan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan aktivitas farmakologi dan untuk menurunkan efek samping obat. Bermacam-macam transporter obat yang terdapat di hati, ginjal dan organ lain dapat menjadi target atau sasaran yang menjanjikan untuk penghantaran obat.
Kasus yang terdokumentasikan dengan baik adalah Pravastatin. Pravastatin (suatu 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A dari inhibitor reduktase ) mengalami sirkulasi enterohepatik yang menyebabkan perpanjangan pemaparan pada hati yang menjadi organ sasaran pravastatin dan juga menyebabkan pengurangan efek samping yang merugikan pada jaringan perifer. Sirkulasi enterohepatik ini diperantarai oleh berbagai transporter obat, mulai dari absorpsi dari saluran cerna hingga transpor empedunya. Dari vena porta hepatik pravastatin diambil oleh protein keluarga OATP yang terdapat pada membran sinusoidal (basolateral). Setelah memberikan efek farmakologi pada hati pravastatin diekskresikan dalam empedu oleh MRP2 tanpa mengalami perubahan metabolik yang berarti. Fraksi obat yang dilepaskan ke dalam duodenum kemudian direabsorpsi melalui transpor aktif.Jadi transpor hati-empedu yang efisien oleh OATP dan MRP2 memegang peran penting dalam sirkulasi enterohepatik yang bertanggung jawab pada kadar signifikan pravastatin dalam hati.
Juga telah dibuktikan bahwa penyampaian ke sasaran pada obat antikanker dapat dicapai menggunakan transporter oligopeptida PEPT1 yang terdapat pada tumor. Beberapa sel kanker pada manusia menunjukkan aktivitas transpor oligopeptida. Telah diteliti penghantaran obat antikanker yang mempunyai struktur mirip peptida seperti bestatin (yang merupakan substrat dari PEPT1) . Sesudah pemberian bestatin secara intra vena pada tikus gundul yang diinokulasi dengan sel tumor, konsentrasi bestatin pada tumor yang proses transpornya melibatkan PEPT1 tersebut lebih besar dibandingkan tumor yang proses transpornya tidak melibatkan PEPT1. Selanjutnya pemberian dosis berulang secara oral oral menekan pertumbuhan tumor yang proses transpornya melibatkan PEPT1. Diperkirakan bestatin terdistribusi ke jaringan tumor melalui mekanisme yang khas.
NTCP adalah protein ‘kotransporter’ untuk ion Na+-asam empedu yang memperantarai pengambilan asam-asam empedu oleh hati. Karena NTCP secara eksklusif terdapat dalam membran sinusoidal hati, transporter ini dapat digunakan sebagai target dalam penghantaran obat ke organ hati. Menurut Dominguez et.al. melakukan ‘coupling’ obat-obat tertentu dengan rantai samping dari asam-asam empedu dapat digunakan sebagai strategi untuk penyampaian obat pada sel-sel tumor pada hati. Cisplatin-turunan ursodeoksicholat (Bamet-UD2) secara efisien ditranspor oleh NTCP. Konsentrasi Bamet-UD2 di dalam hati beberapa kali lebih tinggi daripada konsentrasi setelah pemberian cisplatin saja.
Strategi penyampaian ke sasaran (drug targeting strategy) harus memperhatikan keberadaan transporter-transporter pada organ sasaran dan organ-organ lain (yang bukan organ sasaran). Sangat penting untuk mendisain molekul obat yang transpornya dapat diperantarai oleh transporter khas yang ada pada organ sasaran.
This posting will be continued next Monday ya…..
Ini jatah posting hari Senin kemarin. Seri ke 4 tentang Mengenal Transporter Obat ini akan kuisi dengan tulisan tentang Transporter yang Berperan pada proses Distribuai Obat.
Drug targeting (penyampaian obat ke sasaran obat) merupakan pendekatan yang efektif untuk meningkatkan aktivitas farmakologi dan untuk menurunkan efek samping obat. Bermacam-macam transporter obat yang terdapat di hati, ginjal dan organ lain dapat menjadi target atau sasaran yang menjanjikan untuk penghantaran obat.
Kasus yang terdokumentasikan dengan baik adalah Pravastatin. Pravastatin (suatu 3-hidroksi-3-metilglutaril koenzim A dari inhibitor reduktase ) mengalami sirkulasi enterohepatik yang menyebabkan perpanjangan pemaparan pada hati yang menjadi organ sasaran pravastatin dan juga menyebabkan pengurangan efek samping yang merugikan pada jaringan perifer. Sirkulasi enterohepatik ini diperantarai oleh berbagai transporter obat, mulai dari absorpsi dari saluran cerna hingga transpor empedunya. Dari vena porta hepatik pravastatin diambil oleh protein keluarga OATP yang terdapat pada membran sinusoidal (basolateral). Setelah memberikan efek farmakologi pada hati pravastatin diekskresikan dalam empedu oleh MRP2 tanpa mengalami perubahan metabolik yang berarti. Fraksi obat yang dilepaskan ke dalam duodenum kemudian direabsorpsi melalui transpor aktif.Jadi transpor hati-empedu yang efisien oleh OATP dan MRP2 memegang peran penting dalam sirkulasi enterohepatik yang bertanggung jawab pada kadar signifikan pravastatin dalam hati.
Juga telah dibuktikan bahwa penyampaian ke sasaran pada obat antikanker dapat dicapai menggunakan transporter oligopeptida PEPT1 yang terdapat pada tumor. Beberapa sel kanker pada manusia menunjukkan aktivitas transpor oligopeptida. Telah diteliti penghantaran obat antikanker yang mempunyai struktur mirip peptida seperti bestatin (yang merupakan substrat dari PEPT1) . Sesudah pemberian bestatin secara intra vena pada tikus gundul yang diinokulasi dengan sel tumor, konsentrasi bestatin pada tumor yang proses transpornya melibatkan PEPT1 tersebut lebih besar dibandingkan tumor yang proses transpornya tidak melibatkan PEPT1. Selanjutnya pemberian dosis berulang secara oral oral menekan pertumbuhan tumor yang proses transpornya melibatkan PEPT1. Diperkirakan bestatin terdistribusi ke jaringan tumor melalui mekanisme yang khas.
NTCP adalah protein ‘kotransporter’ untuk ion Na+-asam empedu yang memperantarai pengambilan asam-asam empedu oleh hati. Karena NTCP secara eksklusif terdapat dalam membran sinusoidal hati, transporter ini dapat digunakan sebagai target dalam penghantaran obat ke organ hati. Menurut Dominguez et.al. melakukan ‘coupling’ obat-obat tertentu dengan rantai samping dari asam-asam empedu dapat digunakan sebagai strategi untuk penyampaian obat pada sel-sel tumor pada hati. Cisplatin-turunan ursodeoksicholat (Bamet-UD2) secara efisien ditranspor oleh NTCP. Konsentrasi Bamet-UD2 di dalam hati beberapa kali lebih tinggi daripada konsentrasi setelah pemberian cisplatin saja.
Strategi penyampaian ke sasaran (drug targeting strategy) harus memperhatikan keberadaan transporter-transporter pada organ sasaran dan organ-organ lain (yang bukan organ sasaran). Sangat penting untuk mendisain molekul obat yang transpornya dapat diperantarai oleh transporter khas yang ada pada organ sasaran.
This posting will be continued next Monday ya…..
Langganan:
Postingan (Atom)