Rabu, Juli 08, 2009

Di perempatan Buah Batu…..

Di perempatan jalan Buah Batu dan Sukarno Hatta, mobilku sering kali harus berhenti lama, lampu merahnya lama sekali. Hal itu membuatku sering memperhatikan apa yang ada di sekitarku.

Mobilku pas di belakang zebra cross. Tepat di zebra cross di depanku berhenti tiga buah sepeda motor. Satu persatu pengendara sepeda motor tadi didatangi penjual sarung tangan dan masker. Setiap pasang sarung tangan dan masker dikemasnya dalam plastik, dan tiap plastik ditempelkan pada sepapan kardus dengan bantuan halter. Pada karud tertulis: ‘Sarung tangan / Masker Rp 3000,-‘. Sebagai contoh barang dagangannya, si penjualpun mengenakan sarung tangan dan masker tersebut. Ditunjukkannya sarung tangan itu pada pengendara sepeda motor yang didekatinya, dengan sedikit promosi dan persuasi, dari kaca mobilku aku mengamatinya, dalam satu waktu lampu merah dia berhasil menjual 3 pasang sarung tangan dagangannya...

Setelah melewati perempatan Buah batu, ada dua hal melintas di kepalaku. Yang pertama, sukses penjualan 3 pasang sarung tangan dalam waktu 5-10 menit yang aku saksikan tadi bisa jadi suatu sukses penjualan yang sudah sering berulang atau baru tadi terjadi. Aku bukan ahli dalam hal marketing, tapi setidaknya terjadinya transaksi pemasaran (jual beli) diperlukan adanya pertemuan antara kebutuhan konsumen dan harga dan kualitas barang. Yang aku saksikan tadi sepertinya kebutuhan pengendara motor dan harga ketemu deh, dan sepertinya bukan karena ketemunya kebutuhan dan kualitas barang, soalnya si konsumen hanya sekilas melihat barangnya jadi yakinlah aku bukan kualitas yang diperhatikannya. Hal lain adalah kemampuan menjual dari si penjual sarung tangan, caranya berpersuasi dengan konsumennya rasanya menentukan terjadinya kesepakatan jual beli itu. Setidaknya dua hal tadi menentukan setelah sepeninggalku dari perempatan Buah Batu, si penjual tadi masih sukses menjual 3 pasang sarung tangan selama lampu merah, sukses menjual lebih dari 3 pasang sarung tangan atau malah tidak berhasil menjual satu pasang pun.

Hal yang kedua adalah melihat harga yang hanya Rp 3000,- sepasang, membuatku terperangah, nggak habis pikir bagaimana dengan biaya produksinya. Kalau toh bahannya itu merupakan ‘waste’ atau sampah dari proses produksi barang lain, sehingga harganya begitu murah, bagaimana dengan biaya pembuatannya dari bikin pola, penjahitan dan pengemasan. Berapa ongkos yang diperoleh oleh pembuat pola dan penjahit per satu pasang sarung tangan? Rasanya minim sekali. Hal seperti ini hanya bisa menguntungkan produsen bila pembuatannya skala besar, ongkos penjahitnya kecil. Mengapa penjahitnya mau dibayar murah? Mungkin karena si penjahit berpikir biar ongkos kecil tapi kalau volume pekerjaan besar ongkos juga jadi besar. Atau terpaksa menerima ongkos kecil karena tidak ada lagi orderan jahitan yang bisa dikerjakannya. Aku yakin si produsen sarung tangan itu juga minim marginnya, tapi dia berharap dengan volume besar marginnya akan terangkat. Aku kagum pada para pelaku bisnis ini. Mereka setidaknya orang-orang yang selain kreatif (karena dapat melihat peluang, memanfaatkan bahan bekas sehingga bernilai ekonomis), juga mereka adalah orang-orang yang tekun dan ulet serta tahan banting. Mereka aku yakini orang berpenghasilan menengah ke bawah, menghidupkan ekonomi rakyat yang lebih tahan terhadap berbagai krisis. Orang-orang seperti merekalah yang seharusnya berhak disubsidi agar usahanya tambah maju. Rasa kagumku juga tertuju pada si penjual tadi, dengan berpanas-panas di jalanan, dengan margin yang aku yakin tidak besar dia mau berjualan. Dia masih muda, kalau orang tuanya dan negerinya membuatnya tidak memiliki kesempatan untuk melanjutkan sekolah, memiliki pekerjaan yang pantas dan sesuai dengan kemampuannya, setidaknya dia tidak tergerak untuk hanya sekedar minta-minta atau mengamen, tapi dia berusaha menjual sesuatu yang menurutku lebih terhormat.

Si produsen pemilik modal sarung tangan, si penjahit dan si penjual, menurutku mereka adalah orang-orang yang sesungguhnya mengamalkan ajaran agama untuk selalu berikhtiar dengan cara yang thayyib dan tidak mendustakan nikmat yang sudah diberikan Allah pada mereka.....

Tidak ada komentar: