Selasa, Oktober 27, 2009

Ten Words

Ten Words ini dikirimkan padaku oleh Puan Aini Juhaida Abu Samah, lecturer di HELP International College of Technology, Klang, Selangor, Malaysia, beberapa waktu yang lalu. (Puan Aini, thanks a lot for the precious ten words you’d informed me, keep in touch…..)

The most selfish one-word……
“I”….
Avoid it.
The most satisfying two-word……
“We”….
Use it.
The most poisonous three-word……
“Ego”…..
Kill it.
The most used four-word……
“Love”…
Value it.
The most pleasing five-word……
“Smile”….
Keep it.
The most fastest spreading six-word……
“Rumour”….
Ignore it.
The most hard working seven-word……
“Success”…
Achieve it.
The most enviable eight-word……
“Jealousy”…
Distance it.
The most powerful nine-word……
“Knowledge”…
Acquire it.
The most divine ten-word……
“Friendship”…..
Maintain it.
...................

Senin, Oktober 26, 2009

Pendekatan Untuk Merancang Bentuk Sediaan Mengapung

Minggu lalu anda membaca postinganku mengenai tentang GRDDS (Gastro Retentive Drug Delivery System). GRDDS dapat dirancang dengan dua cara. Yang pertama adalah dengan membuat sediaan mengapung di dalam lambung (yang pendekatan ringkasnya dapat anda baca di postingku hari ini). Yang kedua adalah dengan memformulasikan sediaan bioadhesi (insya Allah mudah-mudahan anda dapat membaca sedikit ulasannya di blog ini lain waktu).

Untuk merancang sediaan mengapung ada dua pendekatan yang dapat digunakan. Yang pertama adalah pendekatan sistem bentuk sediaan tunggal (seperti tablet atau kapsul), sedangkan yang kedua adalah pendekatan sistem bentuk sediaan jamak (seperti granul atau mikorosfer).

Bentuk Sediaan Tunggal
Sistem yang seimbang secara hidrodinamis (Hidrodynamically Balance Systems=HBS) yang dapat berupa tablet atau kapsul, dirancang untuk memperpanjang waktu tinggal sediaan di dalam saluran cerna (dalam hal ini di lambung) dan meningkatkan absorpsi. Sistem dibuat dengan menambahkan 20-75% b/b hidrokoloid tunggal atau campuran ke dalam formula tablet atau kapsul.
Sistem ini dapat anda bayangkan sebagai berikut: anda mencampurkan bahan aktif obat, hidrokoloid (20-75% dari bobot tablet) dan bahan bahan pembantu lain yang diperlukan (pada umumnya proses pencampuran ini diikuti dengan proses granulasi), selanjutnya granul dicetak menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul. Setelah dikonsumsi, di dalam lambung, hidrokoloid dalam tablet atau kapsul berkontak dengan cairan lambung dan menjadi mengembang. Karena jumlahnya hidrokoloidnya banyak (sampai 75%) dan mengembang maka berat jenisnya akan lebih kecil dari berat jenis cairan lambung. Akibatnya sistem tersebut menjadi mengapung di dalam lambung. Karena mengapung sistem tersebut akan bertahan di dalam lambung, tidak mudah masuk ke dalam pylorus dan terus ke usus. Hidrokoloid yang mengembang akan menjadi gel penghalang yang akan membatasi masuknya cairan lambung ke dalam sistem dan berkontak dengan bahan aktif obat, sekaligus akan mengatur pelepasan bahan aktif obat dari sistem terapung itu ke dalam cairan lambung.

Sistem HBS paling baik diterapkan pada obat yang memiliki kelarutan yang lebih baik dalam lingkungan asam dan obat yang memiliki tempat absorpsi khusus di daerah usus bagian atas. Untuk dapat bertahan dalam lambung untuk waktu yang lebih lama maka bentuk sediaan harus memiliki bobot jenis kurang dari satu. Sediaan tersebut harus bertahan dalam lambung, integritas strukturnya terjaga dan melepaskan obat secara konstan dari bentuk sediaan. Sistem HBS ini telah berhasil dikembangkan pada klordiazepoksid hidroklorida. Obat ini merupakan contoh klasik obat yang memiliki masalah kelarutan. Pada pH 3 kelarutannya 4000 kali lebih besar dibandingkan pada pH 6. Kapsul klordiazepoksid hidroklorida yang dibuat dengan sistem HBS memiliki kadar dalam darah yang setara dengan kadar dalam darah dari 3x10 mg kapsul klordiazepoksid hidroklorida komersial biasa.

Beberapa polimer dan kombinasi polimer dengan teknik pembuatan granulasi basah telah digunakan untuk menghasilkan tablet yang dapat mengapung. Pada HBS dapat ditambahkan komponen pembentuk gas, seperti golongan garam karbonat. Garam karbonat bila berkontak dengan cairan lambung yang asam akan melepaskan gas karbondioksida yang akan terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang. Hal ini akan mempercepat waktu mulai mengapung. Pada HBS yang ditambahkan komponen pembentuk gas maka komposisi hidrokoloidnya dapat dikurangi hingga tinggal 10-20%.

Sistem HBS ini dapat dikembangkan dalam bentuk tablet lapis tunggal , tablet lapis dua atau tiga. Yang et. al., telah mengembangkan tablet tiga lapis tidak simetris yang memiliki kemampuan mengapung untuk memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung dari tiga jenis obat yaitu tetrasiklin, metronidazol dan garam bismut untuk menangani tukak lambung yang disebabkan oleh Helicobacter pylori. Sebagai polimer yang mengatur kecepatan pelepasan obat digunakan HPMC dan polietilenoksid.

Rancangan sistem pelepasannya berdasarkan kemampuan mengembang dari tablet tiga lapis itu. Sistem ini dapat anda bayangkan sebagai berikut. Tablet dibuat menjadi 3 lapis (seperti tablet Decolgen yang ada di pasaran). Lapis pertama berisi garam bismut yang diformulasikan untuk pelepasan segera. Tetrasiklin dan metronidazol berada di lapis kedua, dimasukkan sebagai komponen tablet inti yang pelepasannya dikendalikan oleh matriks. Lapis ketiga berisi komponen pembentuk gas. Efek mengapung disebabkan oleh lapisan pembentuk gas yang terdiri dari natrium bikarbonat : kalsium karbonat (1:2). Saat berkontak dengan cairan lambung, karbonat pada komponen pembentuk gas bereaksi dengan asam lambung membentuk karbondioksida. Karena diformulasikan untuk pelepasan segera, lapis pertama akan segera terdiintegrasi dan garam bismut akan segera terlepas dari sediaan tablet itu. Sedangkan lapis kedua, hidrokoloidnya akan mengembang. Adanya karbondioksida yang terperangkap dalam hidrokoloid yang mengembang menyebabkan sistem menjadi mengapung. Dan hidrokoloid yang mengembang itu akan menjadi gel penghalang pelepasan tetrasiklin dan metronidazol ke dalam cairan lambung, sehingga pelepasannya dikatakan diperlambat.
Hasil pengujian in vitro menunjukkan pelepasan diperlambat dari tetrasiklin dan metronidazol dapat dicapai dalam 6-8 jam dan selama itu tablet tetap berada dalam keadaan terapung. Kemampuan memperpanjang waktu tinggal di dalam lambung ini meningkatkan efektivitas tetrasiklin dan metronidazol .

Bentuk Sediaan Jamak
Sediaan jamak ini dapat berupa granul atau mikrosfer yang mengandung komponen polimer yang dapat mengembang saat berkontak dengan cairan lambung sehingga membentuk koloid penghalang yang mengendalikan kecepatan penetrasi cairan ke dalam sistem dan kecepatan pelepasan obat dari sistem sediaan. Adanya udara yang terperangkap dalam polimer yang mengembang akan menurunkan bobot jenis sehingga mikrosfer dapat mengapung. Bentuk sediaan jamak ang sudah dikembangkan saat ini adalah mikrosfer yang menggunakan resin akrilat, Eudragit, polietilenoksid, dan selulosa asetat. Selain itu juga sudah dikembangkan cangkang polistiren, balon polikarbonat dan granul menggunakan Gelucire.

Sistem ini prospektif diterapkan, tapi rasanya belum ada ya industri yang membuatnya (bahkan di luar negeri). Mengapa? Salah satu kemungkinan yang besar adalah karena penelitian ini pada umumnya dipatenkan. Dan masa paten itu umumnya 15-20 tahun. Jadi sebelum masa paten itu kadaluarsa, sistem yang dipatentan itu tidak boleh ditiru........

Untuk posting ini aku ngintip artikelnya Arora et al., 2005, Floating Drug Delivery System: A Review, AAPS PharmSciTech, 06(03), E372-E390 dan bukunya Chien, 1992, Novel Drug Delivery System, Drug and The Pharmaceutical Sciences Volume 50, Marcel Dekker Inc., New York, 139 – 196

Sabtu, Oktober 24, 2009

Nasihat Daud

Nabi Daud a.s. pernah memberi nasihat kepada Sulaiman, putranya, tentang kiat-kiat untuk meraih kemuliaan hidup, sebagai berikut:
1. Bertakwalah kepada Allah SWT secara baik, dalam mencapai sesuatu yang belum tercapai
2. Jangan mengingat atau abaikan segala sesuatu yang telah terjadi di masa lalu (amal yang sudah dilakukan)
3. Sabar dengan lepasnya segala sesuatu yang telah engkau raih dengan tanganmu

Ihsan

If you find emerging in your heart, when you call to mind the
fact that God observes you, a shyness that prevents you from disobeying Him and
drives you to exert yourself in obeying Him, you are in possession of something
of the realities of vigilance (muraqaba). Know that vigilance is
one of the most noble stations, high positions, and lofty degrees. It is
the station of excellence (ihsan).
……………………………..

This writing should be written yesterday (religion day)……

Rabu, Oktober 21, 2009

Tiga Hal yang Telah Hilang

Al-Harits al-Muhasibi - rahimahullah - berkata, “Tiga hal, jika didapatkan maka akan terasa nikmat, tapi kita telah kehilangan tiga hal tersebut:
(1) Bertutur kata yang baik disertai dengan kokoh beragama;
(2) Paras muka yang cantik (tampan) dengan selalu melindungi diri;
(3) Berteman dengan baik disertai kesetiaan dan tepat janji.”

Mari kita introspeksi, berapa dari tiga hal tersebut yang masih kita miliki……

Selasa, Oktober 20, 2009

Hari Terakhir dalam Hidup

Tulisan ini kujadikan Notes di FB ku hari ini dan ku tags-kan pada ketiga anakku Lia, Akbar dan Salman.

Bangun pagi-pagi setiap hari dan bertanya pada diri sendiri, ”Apa yang akan saya lakukan jika hari ini adalah hari terakhir dalam hidup saya?” bukanlah latihan motivasi yang kurang baik. Ini menjadi cara yang berguna agar hari-hari anda diisi dengan komitmen dan hal-hal penting (Robin Sharma).

Senin, Oktober 19, 2009

Mengapa Lebih Baik GRDDS? CRDF Saja Tidak Cukupkah?

Segmen usus halus merupakan tempat terjadinya proses absorpsi pada sebagian besar obat. Pada umumnya waktu tinggal berbagai macam obat di dalam usus halus tidak berbeda secara nyata, tidak bergantung pada ukuran partikel dan ada tidaknya makanan. Sediaan dalam bentuk larutan, suspensi, emulsi, mikrokapsul dan sejenisnya melewati usus halus dalam waktu yang kurang lebih sama yaitu sekitar 3-5 jam. Absorpsi obat dari usus halus akan terbatas bila bahan aktif obat memiliki kecepatan melarut yang rendah dalam usus dan hanya diabsorpsi dari segmen tertentu usus halus. Terbatasnya absorpsi ini menyebabkan diperlukan dosis berulang agar kadar obat di dalam darah mencukupi untuk menimbulkan efek terapi. Pemberian dosis berulang sering menimbulkan masalah kepatuhan pasien.

Bentuk sediaan dengan pelepasan terkendali atau diperlambat (dikenal sebagai Controlled Released Dosage Form = CRDF) dapat mengurangi frekuensi pemberian obat. Tapi tidak semua bahan aktif obat dapat dirancang dalam bentuk CRDF. Mengapa? Setidaknya ada 2 penyebab dari hal ini. Yang pertama adalah seperti yang sudah disebut di atas, waktu tinggal berbagai macam obat di dalam usus halus tidak berbeda secara nyata, tidak bergantung pada ukuran partikel dan ada tidaknya makanan, kurang lebih sekitar 3-5 jam. Kalau dalam batas waktu tersebut bahan aktif obat belum diabsorpsi semua, maka obat tidak akan efektif lagi, kecuali untuk obat yang memberi efek lokal pada usus besar (pada umumnya di usus besar tidak terjadi proses absorpsi lagi). Penyebab kedua adalah absorpsi di sepanjang usus halus diketahui tidak seragam, ya jelas karena pH di sepanjang usus halus juga berbeda-beda, sehingga kelarutan obat dan jumlah obat yang diabsorpsi di sepanjang usus halus juga berbeda-beda. Jadi meskipun pelepasan obat dari sediaannya didisain agar teratur, absorpsinya di sepanjang usus halus tidak akan terkontrol seragam. Pada saat ini dengan bantuan teknologi yang ada sudah dapat dirancang obat dengan pelepasan diperlambat atau terkontrol selama 12-24 jam untuk beberapa jenis obat. Tapi hal ini tidak dapat diterapkan pada obat-obat yang hanya diabsorpsi pada bagian atas usus halus (dikenal sebagai obat-obat yang memiliki ‘narrow absorption window n the upper part of GI tract i.e. stomach and small intestine’). Juga tidak dapat diterapkan pada obat-obat yang kurang diabsorpsi pada cairan usus, tidak stabil pada cairan usus atau obat-obat yang berefek lokal pada lambung.
CRDF yang ideal tidak sekedar dapat melepaskan bahan aktif obat dalam waktu yang diperlama, terkendali dan dapat diprediksi, tetapi juga harus dapat mempertahankan keberadaan sediaan pada lokasi absorpsinya. Waktu tinggal obat di dalam usus halus sukar untuk diubah atau dipengaruhi, maka usaha yang dapat dilakukan adalah mengontrol waktu tinggal obat di dalam lambung, dan ini disebut sediaan yang bertahan lama di dalam lambung (Gastro Retentive Drug Delivery System= GRDDS).

Kebanyakan obat sangat sedikit diabsorpsi di dalam lambung tetapi bila bentuk sediaan bertahan lama di dalam lambung dan melepaskan obat secara sinambung dalam waktu yang cukup lama, maka akan dapat menyalurkan obat ke dalam usus halus dengan cara sinambung juga. Oleh karena itu obat dapat diabsorpsi dalam usus halus dengan lebih baik, dan meningkatkan ketersediaan hayati pada pemberiannya secara oral. Jadi itulah mengapa GRDDS lebih baik dari CRDF.

Lain kali akan kutulis beberapa pendekatan untuk merancang GRDDS…..