Senin, Oktober 19, 2009

Mengapa Lebih Baik GRDDS? CRDF Saja Tidak Cukupkah?

Segmen usus halus merupakan tempat terjadinya proses absorpsi pada sebagian besar obat. Pada umumnya waktu tinggal berbagai macam obat di dalam usus halus tidak berbeda secara nyata, tidak bergantung pada ukuran partikel dan ada tidaknya makanan. Sediaan dalam bentuk larutan, suspensi, emulsi, mikrokapsul dan sejenisnya melewati usus halus dalam waktu yang kurang lebih sama yaitu sekitar 3-5 jam. Absorpsi obat dari usus halus akan terbatas bila bahan aktif obat memiliki kecepatan melarut yang rendah dalam usus dan hanya diabsorpsi dari segmen tertentu usus halus. Terbatasnya absorpsi ini menyebabkan diperlukan dosis berulang agar kadar obat di dalam darah mencukupi untuk menimbulkan efek terapi. Pemberian dosis berulang sering menimbulkan masalah kepatuhan pasien.

Bentuk sediaan dengan pelepasan terkendali atau diperlambat (dikenal sebagai Controlled Released Dosage Form = CRDF) dapat mengurangi frekuensi pemberian obat. Tapi tidak semua bahan aktif obat dapat dirancang dalam bentuk CRDF. Mengapa? Setidaknya ada 2 penyebab dari hal ini. Yang pertama adalah seperti yang sudah disebut di atas, waktu tinggal berbagai macam obat di dalam usus halus tidak berbeda secara nyata, tidak bergantung pada ukuran partikel dan ada tidaknya makanan, kurang lebih sekitar 3-5 jam. Kalau dalam batas waktu tersebut bahan aktif obat belum diabsorpsi semua, maka obat tidak akan efektif lagi, kecuali untuk obat yang memberi efek lokal pada usus besar (pada umumnya di usus besar tidak terjadi proses absorpsi lagi). Penyebab kedua adalah absorpsi di sepanjang usus halus diketahui tidak seragam, ya jelas karena pH di sepanjang usus halus juga berbeda-beda, sehingga kelarutan obat dan jumlah obat yang diabsorpsi di sepanjang usus halus juga berbeda-beda. Jadi meskipun pelepasan obat dari sediaannya didisain agar teratur, absorpsinya di sepanjang usus halus tidak akan terkontrol seragam. Pada saat ini dengan bantuan teknologi yang ada sudah dapat dirancang obat dengan pelepasan diperlambat atau terkontrol selama 12-24 jam untuk beberapa jenis obat. Tapi hal ini tidak dapat diterapkan pada obat-obat yang hanya diabsorpsi pada bagian atas usus halus (dikenal sebagai obat-obat yang memiliki ‘narrow absorption window n the upper part of GI tract i.e. stomach and small intestine’). Juga tidak dapat diterapkan pada obat-obat yang kurang diabsorpsi pada cairan usus, tidak stabil pada cairan usus atau obat-obat yang berefek lokal pada lambung.
CRDF yang ideal tidak sekedar dapat melepaskan bahan aktif obat dalam waktu yang diperlama, terkendali dan dapat diprediksi, tetapi juga harus dapat mempertahankan keberadaan sediaan pada lokasi absorpsinya. Waktu tinggal obat di dalam usus halus sukar untuk diubah atau dipengaruhi, maka usaha yang dapat dilakukan adalah mengontrol waktu tinggal obat di dalam lambung, dan ini disebut sediaan yang bertahan lama di dalam lambung (Gastro Retentive Drug Delivery System= GRDDS).

Kebanyakan obat sangat sedikit diabsorpsi di dalam lambung tetapi bila bentuk sediaan bertahan lama di dalam lambung dan melepaskan obat secara sinambung dalam waktu yang cukup lama, maka akan dapat menyalurkan obat ke dalam usus halus dengan cara sinambung juga. Oleh karena itu obat dapat diabsorpsi dalam usus halus dengan lebih baik, dan meningkatkan ketersediaan hayati pada pemberiannya secara oral. Jadi itulah mengapa GRDDS lebih baik dari CRDF.

Lain kali akan kutulis beberapa pendekatan untuk merancang GRDDS…..

Tidak ada komentar: